Wednesday, December 23, 2015

Akademik, Dilema Berorganisasi

           Menjadi seorang mahasiswa tentu kita belajar menjadi seseorang yang lebih memiliki pola piker lebih dibandingkan ketika hanya menjadi seorang siswa. Kalau simplenya sih ada kata “Maha” bearti kita itu ada di tingkatan tertinggi. Banyak tujuan seorang mahasiswa ketika mereka telah masuk dalam dunian perkuliahan. Ada yang menjadi aktivis, anak band, penyanyi, penulis, peneliti, dan lain-lain yang tentu mengupgrade diri mereka sesuai dengan tujuan masing-masing. Tetapi kita sebagai mahasiswa tentu memiliki sebuah tanggung jawab selama kita duduk di bangku perguruan tinggi, itulah tanggung jawab akademik. Mungkin hampir di setiap perguruan tinggi tentu ada yang namanya “Ospek” yaitu pengenalan mengenai universitasnya masing-masing dan sebagian mempelajari softskill yang harus dimiliki seorang mahasiswa. Tentu banyak cara kita untuk menambah softskill, salah satunya adalah berorganisasi. Organisasi adalah sebuah wadah tempat kita untuk mengembangkan potensi diri dan kemampuan yang tentu tidak kita dapatkan dalam perkuliahan. Manfaat dari organisasi pun sebenarnya banyak sesuai dengan organisasi apa yang kita ikuti. Disini kita dapat belajar bagaimana cara berbicara depan orang banyak, menambah wawasan, menambah jaringan dan pertemanan, dan lain-lain. Tentu belajar tidaklah mudah banyak sekali waktu yang kita korbankan untuk mencapai tujuan kita. Asalkan waktu yang kita korbankan itu memang kita gunakan menjadi sebuah kesempatan kita dalam hal positif tentu akan mendapatkan manfaat yang sebanding.
            Namun kendala yang terberat adalah tanggung jawab kita sebagai mahasiswa yang harus kita jalankan. Sedangkan untuk berorganisasi juga kita membutuhkan waktu serta tenaga yang berlebih untuk bisa aktif di dalamnya. Tentu terkadang kita mengalami sebuah dilema untuk mau mengkuti sebuah organisasi, apalagi mahasiswa yang berada di luar kotanya masing-masing tentu mereka memiliki tanggung jawab dari orang tua untuk menyelesaikan perkuliahan mereka. Namun organisasi juga penting untuk membantu kita dalam pengembangan diri. Tantangan juga semakin berat di dunia setelah kita lulus, banyak hambatan-hambatan yang memang harus kita selesaikan terutama permasalahan-permasalahan yang seharusnya diselesaikan oleh seorang mahasiswa yang telah dibekali ilmu selama mereka kuliah. Namun hal itu tidaklah cukup, contohnya kita bekerja dalam sebuah perusahaan yang memang di daerah tersebut sering adanya konflik. Tentu ilmu mata kuliah saja tidak cukup ketika kita tidak pernah belajar untuk menangani kasus seperti itu. Tetapi apabila kita telah terbiasa dalam menangani sebuah kasus tentu hal tersebut dapat kita selesaikan dengan mudah. Di dalam sebuah organisasi tentu kita akan selalu menghadapi sebuah permasalaha-permasalahan yang ada dan kita dilatih untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Masalah akademik pun muncul, ketika seorang mahasiswa harus ada kuliah tambahan, mengerjakan tugas-tugas yang diberikan dosen, belum lagi bagi anak sains mereka harus mengerjakan laporan praktikum yang tebalnya seperti kasur di kosan maka terkadang telah menguras tenaga mereka sehingga telah lelah untuk berorganisasi. Hambatan inilah yang membuat kebanyakan mahasiswa yang malas mengikuti organisasi, lebih baik mereka mendahulukan mengerjakan laporan dibandingkan untuk berdiskusi untuk mengembangkan organisasi. Belum lagi adanya biaya kuliah yang mahal sehingga kebanyakan mahasiswa menginginkan kuliah yang cepat lalu lulus karena alasan kuliah yang mahal dan sebagainya. Tetapi ada juga sebagian mahasiswa yang sadar akan pentingnya organisasi, mereka tetap berjuang untuk mengembangkan organisasi yang mereka tempati. Namun di era seperti ini sangatlah langka untuk mencari mahasiswa yang seperti ini, mental mahasiswa yang terbentuk pun telah menurun setiap generasi dan banyak yang melupakan sejarah mahasiswa.
            Saran saya untuk menumbuhkan minat mahasiswa dalam berorganisasi adalah pengkajian ulang materi akademik yang padat dan apabila ada perbaruan-perbaruan materi akademik tentu perlu untuk dikembangkan lagi. Kemudian waktu yang kuliah tambahan pada saat malam hari maupun hari libur seharusnya dihilangkan karena disitu yang seharusnya mahasiswa bisa mengerjakan hal lain ataupun istirahat dikuras lagi dan membuat mahasiswa jenuh. Butuh kerjasama mahasiswa dengan pihak dosen yang memang seharusnya bisa mendukung dan menumbuhkan minat mahasiswa dalam berorganisasi.
“Terima kasih kepada teman-teman mahasiswa yang selalu mau untuk berorganisasi, waktu yang kau korbankan tidaklah sia-sia.”

Friday, December 18, 2015

Himpunan Mahasiswa Minat Fakultas Kehutanan UGM

               Ketika kita berbicara mengenai organisasi tentu kita pasti tahu mengenai arti penting sebuah organisasi. Organisasi adalah suatu wadah untuk menaungi segala aspirasi dari anggota-anggotanya. Fungsi sebuah organisasi adalah mencetak serta memberikan pembelajaran bagi anggotanya agar dapat mengembangkan potensi yang ada di dalam diri mereka. Sehingga nantinya dapat melahirkan pemimpin-pemimpin baru. Dalam sebuah organisasi tentu memiliki sebuah struktur maupun sebuah sistem tersendiri. Bagi saya sistem yang baik akan melancarkan kegiatan operasional organisasi tersebut sedangkan sistem yang buruk maka dapat mengganggu berjalannya organisasi tersebut. Saya berkuliah di Fakultas Kehutanan UGM, disini kami memiliki lembaga/organisasi yang menaungi dari 4 jurusan yang ada, lembaga tersebut bernama Himpunan Mahasiswa Minat. Saya sudah menjalani kepemimpinan di salah satu HMM yaitu Keluarga Mahasiswa Minat Manajemen Hutan. Sejarahnya sebelum tahun 2010 Fakultas Kehutanan mirip sistemnya dengan fakultas lain yaitu ketika setelah lulus dari SMA kita memilih langsung mau masuk jurusan apa di Fakultas Kehutanan misalnya manajemen hutan. Nah disana masih bernama Himpunan Mahasiswa Jurusan karena memang kita langsung dijuruskan. Kelebihan dari sistem tersebut adalah kita telah dinaungi oleh HMJ ketika kita baru masuk di jurusan tersebut sehingga kita bisa ikut dalam kepengurusan. Tentu kita akan tahu apa saja yang menjadi program kerja dari HMJ kita selama kepengurusannya. Kita juga bisa mengenal kakak-kakak kelas lebih dekat karena memang kita membuat dan melaksanakan program kerja bersama sehingga kekeluargaan pun dapat terjalin dengan baik. Namun ketika tahun 2010 sistem pun berubah. Sistem General Forestry pun diterapkan menjadi sebuah jurusan yang ada di Fakultas Kehutanan, sebenarnya hal itu baik karena kita sebagai mahasiswa kehutanan dibekali ilmu kehutanan secara umum terlebih dahulu kemudian jurusan berubah menjadi minat yang baru kita ambil pada smester 4. Dampak yang signifikan juga kepada organisasi mahasiswa, dahulu yang bernama Himpunan Mahasiswa Jurusan kemudian berganti menjadi Himpunan Mahasiswa Minat dan kepengurusan yang ada di dalamnya pun berubah pula. Dahulu yang dengan sistem kepengurusan berbagai angkatan minimal 2 angkatan maka sekarang pun hanya menjadi 1 angkatan. Hal tersebut menimbulkan dampak yaitu ketika ada hal yang berurusan dengan akademik dan jadwal kuliah yang sama maka akan menimbulkan dampak yang sangat jelas terutama dalam kinerja dari kepengurusan tersebut. Kita tidak bisa memaksakan pribadi seseorang untuk mengorbankan kuliahnya karena hal tersebut adalah tanggung jawab dari setiap mahasiswa tetapi ketika tidak memilih salah satu maka akan terbengkalai pekerjaan yang seharusnya dapat dikerjakan pada saat itu juga. Belum lagi dampaknya kita tidak terlalu dekat dengan angkatan-angkatan yang ada di atas kita, momen yang paling baik bagi saya ketika kita sama-sama bekerja dan berjuang untuk meningkatkan produktivitas sebuah organisasi maka itu yang dinamakan proses, ketika kita melakukan proses bersama maka hubungan kekeluargaan pun bakal terjalin secara tidak kita sadari.
            Kedalanya sekarang adalah untuk merubah sistem tersebut maka membutuhkan sebuah masa transisi yang sangat berat dan butuh pengawalan yang sangat intens. HMM terbentuk itu pada pertengahan tahun dan merupakan kendala bagi kepengurusannya dikarenakan terbentur dengan liburan smester dan juga untuk menentukan sebuah program kerja pun akan terkendala tutup buku di akhir, belum lagi pada smester kepengurusan tersebut sangatlah padat untuk urusan akademik. Saya mengusulkan 2 metode untuk memperbaiki sistem ini. Pertama ketika bulan April awal itu HMM tidak ada pemilihan ketua terlebih dahulu dikarenakan untuk menyesuaikan pada awal tahun nanti bersamaan dengan BSO, LEM, dan DPM terbentuk. Nanti ketika yang menjabat 2014 maka 2015 pun akan bisa masuk ke dalam kepengurusannya. Tetapi dampaknya HMM akan vakum selama 8 bulan dan itu sangat mengganggu aktivitas di KM tersendiri. Kemudian metode kedua, kepengurusan untuk 2014 itu akan diperpanjang sampai tahun depannya lagi di awal tahun tetapi tidak menutup kemungkinan 2015 nanti bisa diberikan kesempatan untuk mengurus HMM ditengah tahun, minimal mereka sudah memiliki pengalaman untuk mengetahui fungsi HMM itu seperti apa dan fokusnya dimana. Sehingga isu-isu yang pernah dibawa oleh kepengurusan sebelumnya akan terus dilanjutkan perjuangannya oleh kepengurusan selanjutnya karena HMM berbeda seperti BSO, LEM, atau DPM. Menurut senior saya, HMM itu adalah badan/jiwa seseorang walaupun dia diberi make up dia akan tetap menjadi dirinya karena jiwa tidak bisa diubah sedangkan LEM/DPM/BSO adalah baju yang sewaktu-waktu bisa dilepas dan diganti. Ketika saya masuk pada satu minat walaupun sampai saya nanti lulus atau bekerja akan tetap lulusan dari minat tersebut, tetapi apabila saya anggota LEM/DPM/BSO ketika saya tidak menjabat lagi maka saya bukan bagian dari sana lagi. Maka dari itu memang kekeluargaan dari HMM itu harus tetap dipertahankan. Tetapi yang saya bangga kepada fakultas kehutanan adalah adanya program general forestry di awal sehingga walaupun kita tergabung di minat masing-masing tetapi kita tetap bisa mengenal antar minat. Dampaknya selain bisa menumbuhkan kekeluargaan diantara 2 angkatan maka nanti kepengurusan di KM FKT itu setara dan bisa saling berhubungan terutama karena kita di awal general forestry minimal untuk memperbaiki hubugan di angkatan. Disana harapan saya membenahi sebuah sistem yang memang harus dibenahi walaupun setiap sistem memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing tetapi itulah tantangan kita untuk selalu berfikir kritis dan melakukan suatu proses pembenahan menuju arah yang lebih baik lagi.

“Perubahan membutuhkan keberanian yaitu berani bertidak dan berani untuk merubah.”
 

Thursday, December 17, 2015

MASIHKAH PERLU UKT ?

             Sejak tahun 2013 sistem pembiayaan yang ada di hampir setiap perguruan tinggi adalah UKT (Uang Kuliah Tunggal). Awalnya sih saya ketika SMA dulu senang sekali dengan program UKT ini karena dulu saya sempat mendengar kabar angin bahwa UKT itu bahasanya uang pangkal dan uang SPP itu dicicil sehingga nanti lebih murah ketika kita kuliah. Masalahnya dulu dengan system uang pangkal terkadang kita besar-besaran gaji orang tua untuk bisa mendapatkan kursi di perguruan tinggi negeri sehingga dampaknya ketika kita sudah lulus nanti, hampir sama kasusnya seperti pada UKT sekarang ini. Terkadang kita juga terlena dengan gosip bahwa ketika memasukan gaji orang tua tinggi maka kita akan bisa lulus di perguruan tinggi, iya memang kita lulus tapi nanti yang susah kita juga ketika sudah menjalaninya. Saya sebagai mahasiswa yang sudah menempuh kuliah 5 smester melihat bahwa sistem UKT yang seperti ini bukan untuk meringankan mahasiswa. Memang benar ketika Kementrian Pendidikan mengusulkan UKT akan lebih ringan dari sistem SPP tetapi sekarang kita melihat riil di lapangannya. Saya sebagai mahasiswa biasa yang prihatin dengan kebijakan yang seperti itu merasa resah, apalagi melihat teman-teman saya yang memang tulus untuk mengejar cita-citanya tetapi terhalang karena masalah biaya. Saya melihat bahwa memang setiap tahun mahasiswa selalu mengupayakan untuk membantu penurunan UKT tetapi setiap tahun begitu terus. Saya juga melihat bahwa tidak ada transparansi dana UKT kita digunakan untuk keperluan apa saja dikarenakan ketika kita praktikum ataupun KKN kita juga masih mengeluarkan biaya. Belum lagi fasilitas-fasilitas yang semestinya didapatkan oleh mahasiswa tidak sebanding dengan apa yang seharusnya kita dapatkan. Di fakultas saya pun masih banyak kekurangan dari sekre untuk organisasi mahasiswa maupun ruangan-ruangan yang akan kita gunakan untuk keperluan akademik. Memang benar ketika menyebutkan bahwa gak ada di jaman sekarang yang gratis tetapi minimal kita di awal sudah diberitahu dengan biaya segini kita akan mengeluarkan seperti ini sehingga apa yang kita beri akan sebanding dengan yang kita dapatkan. Saya pernah mengobrol dengan salah satu dosen saya bahwa dengan uang UKT yang begitu besar menurut kita, itu tidak sebanding untuk perbaikan fasilitas-fasilitas yang ada di kampus. Lalu saya berfikir sejenak, sepertinya memang benar dengan uang segitu belum cukup untuk membenahi kampus ditambah biaya-biaya untuk material pun sekarang telah naik. Tetapi disana salahnya, kita diawal memang tidak diberi tahu uang UKT kita untuk apa saja hal wajar ketika kita mendapatkan UKT yang kita bakal protes dan tentu akan ingin menuntut menurunkan UKT.
            Saya sebenarnya sempat memikirkan sebuah sistem yang mungkin bisa digunakan untuk perbaikan sistem UKT. Sebenarnya ketika kita menggunakan sistem uang pembangunan seperti itu tidak masalah, tetapi perlu yang menjadi catatan bahwa setiap mahasiswa diberikan rincian dana yang akan dikeluarkan dengan uang segini misalnya untuk praktikum selama 8 smester atau KKN dan lain sebagainya. Sehingga ketika kita kuliah, kita tidak mengeluarkan biaya yang besar lagi dan kalau bisa kita tidak mengeluarkan biaya sama sekali. Lalu walaupun kita mengeluarkan biaya yang besar di awal tetapi sebanding dengan apa yang kita dapatkan, kita juga dapat mengkritik dengan rincian yang ada di awal apabila hak yang kita harusnya dapatkan malah tidak kita dapatkan. Parameter pun jelas dan tidak meraba-raba. Saya yakin hampir setiap orang tua akan mempersiapkan segala sesuatu untuk kebutuhan pendidikan anak-anaknya. Maka dari itu kita tentu harus semangat juga untuk menempuh pendidikan dan jangan mengecewakan orang tua kita. Lalu uang tadi baru kemudian apabila mau dicicil per bulan atau per semester dibagi rata.
            Tulisan ini hanyalah sebuah pemikiran dari saya seorang mahasiswa biasa yang memang tidak memiliki data dan sebagai orang awam yang melihat bahwa adanya suatu kesalahan serta memiliki keinginan baik untuk memperbaiki sebuah kesalahan tersebut. Mungkin saya belum bisa berbuat banyak untuk membantu teman-teman saya tetapi semoga dengan tulisan yang tidak seberapa ini membuka mata teman-teman mahasiswa untuk selalu bisa berfikir membenahi suatu kesalahan dengan ide-ide kritisnya.


Wednesday, December 16, 2015

HUTANKU BERDUKA, PULAUKU BERASAP


Awal bulan September adalah sebuah kesedihan melanda Indonesia khusunya hutan. Hutan yang selama ini menanggung beban CO2 yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor, pabrik-pabrik yang tak tahu menjaga lingkungan, sekarang malah ditambah lagi bebannya sehingga hutanpun berduka. Hutan yang kini semakin menipis dan ditambah lagi musibah yang menimpanya menyebabkan dampak-dampak yang sangat luar biasa dan merugikan masyarakat yang ada di sekitarnya. Duka yang dirasakan oleh hutan dan Indonesia yaitu kebakaran hutan dan asap akibat dampak yang dihasilkannya.
 Kebakaran hutan merupakan faktor ekologi potensial yang mempengaruhi hampir seluruh ekosistem daratan. Proses terjadinya kebakaran hutan sebenarnya akibat penyalaan bahan-bahan organik kering yang ada di dalam hutan  (Widyastuti S.M dan Sumardi, 2004). Kebakaran hutan menyebabkan dampak yang terjadi begitu besar. Walaupun frekuensi kebakaran hutan itu jarang namun dampak yang ditimbulkan dari kebakaran hutan dapat menyebabkan keseimbangan ekosistem terganggu. Kita dapat melihat langsung akibat yang ditimbulkan seperti kematian tumbuhan, satwa, maupun asap yang ditimbulkan dapat mengganggu kehidupan manusia. Pengaruh api yang tidak terkontrol dan pengaruh dari faktor-faktor pendukung dapat menyebabkan kebakaran hutan pun semakin merambah luas sehingga tempat yang seharusnya jauh dari kebakaran pun dapat dengan mudah ikut terbakar.
Sumber utama dari kebakaran hutan adalah pengendalian api oleh manusia karena mereka kurang menyadari dan kelalaian dari manusia yang selama ini hanya mementingkan kepentingannya untuk merambah hutan, membuat kebun-kebun sawit, dan keegoisan pribadi semata. Mereka membakar hutan dengan seenaknya tanpa memikirkan apa yang akan terjadi akibat ulah mereka itu. Namun tak hanya manusia-manusia yang tidak bertanggung jawab yang menjadi faktor-faktor kebakaran hutan.  Kebakaran hutan dapat didukung oleh faktor iklim, topografi, bahan bakar, dan pengelolaan kawasan yang tidak baik (Widyastuti S.M dan Sumardi, 2004). Faktor-faktor inilah yang dapat mendukung proses pembakaran semakin cepat apalagi ketika musim kemarau. Adapun dampak dari kebakaran hutan itu ada yang positif dan negatif. Dampak negatif dari kebakaran hutan adalah     :
1.      Kerusakan vegetasi dan satwa. Kebakaran hutan dapat menyebabkan tingkat kerusakan yang bervariasi pada pohon-pohon utama penyusun hutan. Kematian satwa pun tak terhindarkan lagi dan berpindahnya satwa ke tempat lain.
2.      Kerusakan ekosistem. Kebakaran hutan dapat menyebabkan dampak yang serius bagi lingkungan sekitar baik itu kerusakan pada tempat rekreasi yang indah, dapat merusak padang penggembalaan juga, dan lain-lain.
3.      Kerusakan lain yang merugikan seperti pada kesehatan, pernurunan kualitas udara, dan lain-lain.
Dampak positif dari kebakaran hutan :
1.      Pembersihan lahan. Kebakaran hutan dapat menyiapkan lahan lebih mudah tanpa mengeluarkan dana yang besar.
2.      Pengaturan akumulasi seresah atau bahan bakar. Kebakaran hutan dapat menyebabkan bahan bakar yang ada di dalam hutan sedikit demi sedikit telah berkurang dan diatur kembali.
3.      Membantu kegiatan silvikultur. (Widyastuti S.M dan Sumardi, 2004)
Kebakaran hutan di Indonesia memang sering terjadi setiap tahunnya. Namun setiap tahunnya mengalami peningkatan sejak tahun 2010-2015. Di Jambi contohnya, di tahun 2010 lahan yang terbakar seluas 2,5 ha dan pada tahun 2014 meningkat menjadi 3.470 Ha  (Kompas.com, Senin 14 September 2015, Kabut Asap Kebakaran Hutan, Setengah Abad Kita Abai). Kita dapat melihat bahwa kebakaran hutan memang telah terjadi setiap tahunnya namun semakin lama maka luas lahan yang terbakar pun semakin meningkat. Penyebab kebaran hutan yang kini kian merambah daerah Sumatera dan Kalimantan adalah alih fungsi lahan yang semakin lama semakin meningkat dari hutan menjadi perkebunan dan hutan tanaman industri yang menyebabkan lahan gambut semakin lama semakin mengering. Ahli hidirologi dari Universitas Sriwijaya, Momon Sodik Imanuddin, mengatakan, akar dari kebakaran lahan gambut di Sumatera Selatan adalah adanya pengeringan berlebih dan tidak terkendali tersebut (Kompas.com, Senin 14 September 2015, Kabut Asap Kebakaran Hutan, Stengah Abda Kita Abai). Peningkatan ini menyebabkan kabut asap juga semakin meningkat. Dampak dari kabut asap yang ditimbulkan akibat dari kebakaran hutan yang terjadi di provinsi Sumatera dan Kalimantan semakin hari semakin serius. Seperti yang dikutip oleh Kompas, Kamis, 8 Oktober 2015, kabut asap dari mata satelit NASA memperlihatkan betapa buruknya kabut asap yang ada di pulau Sumatera dan Kalimantan. Kabut asap yang terlihat tertiup angin ke utara sehingga menyelimuti wilayah Singapuran Malaysia. Wilayah tersebut sebagian besar tertutup oleh tebalnya asap sehingga kita tidak bisa melihat secara utuh pulau tersebut. Asap tersebut membuat jarak pandang yang ada di wilayah tersebut semakin berkurang, sehingga membuat arus transportasi pun terganggu. Tebalnya asap juga dapat mengganggu kondisi fisik dari manusia. Udara yang kotor akibat ditimbulkan oleh asap dapt membuat penyakit gangguan pernafasan seperti ISPA sudah mulai menyebar kesetiap elemen baik itu orang dewasa maupun anak-anak sekalipun. Hal ini sangatlah berbahaya bagi pernafasan karena tubuh hanya memperoleh sedikit oksigen yang seharusnya membantu melancarkan peredaran darah. Seperti yang ditulis pada Sindonews.com, Sabtu 3 Oktober 2015, 4.113 warga Ogan Komering Ilir telah menderita ISPA yang mengganggu kesehatan mereka.
            Kebakaran hutan juga menyebabkan pengaruh pada kondisi sosial dan ekonomi dari daerah yang disekitarnya. Kebakaran hutan dapat menyebabkan masyarakat yang menggantungkan hidupnya di hutan kini akan menempuh kesusahan. Mereka tidak bisa lagi memanen hasil hutan karena kayu yang mereka tanam telah terbakar dan hasil hutan non kayu seperti madu bakal habis terbakar. Jarak pandang yang sangat terbatas menghambat jalur transportasi terutama pada penerbangan dan jalur darat sehingga proses-proses pendistribusian sembako maupun bahan bakar akan terhambat. Sekolah-sekolah pun ditutup sehingga menghambat dari siswa yang ingin menempuh pendidikan.
            Peran pemuda dalam menanggulangi kebakaran hutan memang sangatlah terbatas. Masalahnya kita hanya sebagai akademisi yang posisinya tidak bisa mengambil suatu keputusan dalam kebijakan. Namun disana peran kita dalam mengatasi kebakaran dapat berupa melakukan sebuah riset yang nantinya dapat digunakan untuk membantu masyarakat di wilayah yang terkena dampak kebakaran hutan seperti membuat alat pembantu pernafasan, sosialisasi tentang menjaga pengelolaan hutan dan mengatasi bencana kebakaran hutan, maupun kita dapat mendesak pemerintah untuk menanggulangi kebakaran hutan. Kita juga sebagai pemuda bisa terjun ke lapangan untuk memberikan bantuan berupa perawatan, bantuan dana, pembagian masker dan sebagainya. Jangan pernah diam untuk melakukan sesuatu yang baik karena segala sesuatu yang baik tentu akan mendapatkan balasan yang baik pula.
           Melihat hal tersebut saya sebagai pemuda dari Sumatera merasa berduka karena saudara kita yang ada disana sedang merasakan kesedihan dari dampak kebakaran hutan yang terjadi di sana.