Saturday, May 27, 2017

Pertentangan Hati


“ Astaga... Mimpi apaan ini.” Aku tersentak langsung dari tempat tidurku. Jantungku berdebar-debar rasa takut serta panik. Keringatku mengucur deras layaknya habis berlari 1 km. Bibirku kering gemetar, bayang-bayang mimpi itu masih terngiang di benakku. Aku masih terduduk di atas tempat tidurku mencoba mengembalikan nyawaku yang terbang-terbang melayang dari alam mimpi sana. Kepalaku pusing karena memang aku baru tidur pukul 3 malam sehabis berlatih gitar untuk kompertisi minggu depan. Aku ambil segelas air di atas meja disebelah tempat tidurku, ku teguk sampai habis untuk menghilangkan dahaga ini. Perlahan kutarik nafas dalam-dalam kurasakan suasana sekitarku yang memang terlihat hening sekali. Tiba-tiba terdengar suara azan subuh berkumandang, memanggil untuk melalukan sholat. Aku lihat jam dinding di depanku, jam menunjukkan pukul setengah 5 tepat. Baru kali ini aku bangun jam segini tak seperti biasanya sih. Mungkin Tuhan sedang berbaik hati membangunkanku agar tak telat datang ke sekolah seperti biasanya. Aku merenung sejenaik membayangkan mimpi yang semalam, perlahan tapi pasti ingatan mimpi itu mulai memudar dari kepalaku. Aku pun hanya teringat sedikit dan saat aku mencoba mengingat mimpi itu dari mana awalnya, ya jawabannya tak ingat sedikit pun. Itulah mimpi tak pernah tahu awal dari mimpi tersebut, namun jika tak kita tulis di dalam buku tentu mimpi itu akan pudar begitu saja. Kuberanjak bangun dari tempat tidur, entah mengapa rasanya aku ingin menunaikan sholat subuh. Dengan wajah serta mata masih setengah ngantuk aku berjalan ke WC untuk mengambil air wudhu. “Allahu akbar..” aku melakukan sholat, dalam setiap sholat aku selalu berdoa agar diberikan seseorang yang terbaik untukku. Sejak kejadian antara aku dan Naya, kami memang tak pernah berhubungan lagi satu sama lain. Pupus harapanku untuk bisa dekat dengan dia selalu. Hari-hariku serasa sepi, kami memang berada di satu tempat namun serasa seperti jauh. Aku hanya bisa memandang dia dari kejauhan, saat kami berpapasan hatiku selalu saja berdetak kencang, aliran darahku mendidih, ada rasa tak enak untuk menegurnya jujur bingung sekali. Mangkanya setiap kali aku berdoa sekarang berikan jodoh yang tepat untukku dan satu lagi apabila memang Naya adalah jodohku tolong Engkau dekatkan selalu. Hanya dua doa itu yang aku sampaikan, jujur Naya memang saat ini adalah orang yang memberikan kekuatan untuk tetap melangkah maju selalu. Kurapikan lagi sajadah dan sarung yang kugunakan kemudian aku berbaring lagi di tempat tidurku sembari menunggu terang untuk mandi. Hari ini tak boleh telat lagi. Harus berubah menjadi lebih baik walaupun berat sih rasanya ninggalin Miyabi di laptop. Ternyata menunggu itu bosan sekali, kuintip dari kamar ibuku belum bangun, ayahku masih terpulas di hadapan laptopnya, kamar adikku masih gelap juga padahal baru 5 menit sehabis aku sholat tadi tetapi aku serasa lama banget menunggu. Memang berat sih kalau nunggu lama-lama tuh, malah enakkan ditunggu kayaknya ya. Aku rapikan tempat tidurku kemudian aku bergegas mandi walaupun masih menunjukkan pukul 5 pagi. Rasanya segar mandi pagi itu ternyata. Bulir-bulir air dingin seolah masuk menembus daging ini, membangkitkan semangat untuk melakukan aktivitas seperti biasanya. Kesegaran yang sangat jarang sekali aku dapatkan karena selama ini aku mandi selalu terlambat dan tak pernah kunikmati kesegarannya. Ku gosok badanku satu persatu, memang nikmat sekali menggosok badan sampai ke tengah-tengah belahan selangkanganku. Kurasakan getaran-getaran yang menambahkan energi kehidupanku. Ku basuh semua sabun yang menempel di badanku dan kulap semuanya. Aku terkejut saat keluar kamar mandi ternyata ibuku telah bangun serta menyiapkan sarapan pagi, wajahnya basah mungkin bulir-bulir air wudhu yang menempel di wajahnya.
“Halo Bu.”, sambil mengeringkan rambut kusapa ibuku
“Wehh tumben Do kamu sudah mandi pagi-pagi gini, mau nemuin cewek ya ?”, ibuku menyindir sambil mengoleskan mentega pada roti tawar di atas meja makan
“Gak kok bu ini memang pengen aja bangun pagi, masa tela...”, aku langsung berhenti sejenak takut ketahuan ibuku kalau sering telat
“Tel apa emangnya ?”, ibuku berhenti sejenak mengoles rotinya merasa penasaran dengan kata-kataku
“Telalu on time terus maksudnya hehe.”, aku pun mulai panik mau berbicara
“Oh yaudah kamu siap-siap deh biar tambah on time dateng ke sekolahnya ya.”, ibuku melanjutkan pekerjaannya di dapur
“Siap beres bos.”, sambil bergegas dan memberi hormat untuk bercanda dengan ibuku
Sambil bersiul kecil aku akupun langsung ke kamar untuk memakai seragam sekolahku, seperti biasa ini hari Kamis dan pelajaran yang sangat kusenangi adalah Kimia lebih lama dibandingkan mata pelajaran lain. Sepertinya keberuntungan berpihak padaku hari ini. Tak terasa matahari mulai terbit perlahan, suara kendaraan pun mulai terdengar berlalu lalang walaupun sepertinya belum ramai. Ku siapkan semuanya di depan ruang tamu agar aku tak lupa membawa tasku, sebenarnya inilah yang menyebabkan aku telat setiap saat. Aku terkadang lupa untuk membawa tasku lalu saat di tengah jalan dan teringat, aku pulang lagi dan mengambil tasku lagi. Kebanyakan seperti itu sih tapi terkadang memang aku yang telat bangunnya sih. Semua sarapan telah tersedia di atas meja makan, rasanya hari ini banyak sekali jenis makanan yang ada di atas meja makan. Susu, teh, kopi, roti tawar bakar, sandwich, burger, ada juga lauk kemarin yang dihangatkan oleh ibuku. Enak sekali kalo makan seperti ini, bahkan aku bisa menghemat uang jajanku untuk tidak makan di sekolah.
“Bu tolong bawain Rando bekal dong, pengen nih burger dibungkus.”, sambil mengunyah burger aku meminta tolong kepada ibu
“Oke dengan senang hati nak.”, ibuku berjalan mengambil burger dan membungkusnya untukku
Fitri datang perlahan, raut masih ngantuk.
“Tumben kak bangun jam segini.”, sambil menguap
“Iya dong, emang kamu aja yang bisa bangun pagi.”, aku gak mau kalah
“Hebat-hebat kayak mau nemuin cewek aja.”, fitri duduk disebelahku sambil menghirup teh hangat
Aku sejenak terdiam, bayangan Naya sempat terlintas di benakku. Namun ku paksa untuk menutupnya dalam-dalam walaupun berat rasanya.
“Iya mau nemuin Bu Siti guru Kimia. Mau pacaran dulu kami.”, aku langsung cabut sehabis berbicara gitu meladeni Fitri gak selesai-selesai
Matahari mulai bersinar cerah, cahayanya masuk ke sela-sela jendelaku. Aku langsung berpamitan dengan ibuku dan pergi ke sekolah. Motorku telah stand by karena sehabis mandi sempat aku panaskan terlebih dahulu. Ku pakai helmku lalu kutancapkan gas seperti biasa menyusuri jalanan menuju sekolah tercinta. Burung-burung mengiringi perjalananku, tak pernah kurasakan suasan pagi yang damai seperti ini. Lampu merah tempat biasanya aku berceloteh, mengumpat hal-hal buruk entah orang mau bilang apa melihat mulutku komat kamit menyumpahi polisi lalu lintas, kini sepi sekali seolah aku yang memiliki jalan ini. Kicauan burung turut mewarnai perjalananku menuju ke sekolah, ku gas motorku dengan perlahan tak seperti biasanya karena memang saat ini aku belum telat masih lama banget aku masuk sekitar 45 menit lagi.
            Seperti biasa warung Bu Yah selalu buka di pagi hari, aku menyapa Bu Yah dengan senyuman untuk hari ini aku tak perlu parkir di depan warungnya karena gerbang sekolah terbuka lebar seolah menyambut kedatanganku yang penuh dengan kejutan. Pak Supri pun belum terlihat di depan gerbang, biasanya dia selalu tepat waktu untuk memburu mangsanya. Aku masuk melewati taman sekolah untuk pertama kalinya karena biasanya aku kan lewat jalur lain. Taman sekolah tak seperti biasanya apalagi tepat di depan ruangan guru, biasanya taman itu kotor dipenuhi daun-daun yang rontok namun kali ini bersih dan rapi sekali banyak tanaman-tanaman baru yang di tanam di sana. Pagi ini penuh nikmat sekali, melihat sekolah seperti melihat surga yang indah. Motorku berhenti di parkiran paling depan karena tak ada satupun orang yang parkir di sana sekarang, mungkin yang lain masih mandi pikirku. Semua kelas masih terkunci ternyata, kucoba buka kelas lain ternyata sama semuanya masih terkunci. Akhirnya aku memutuskan untuk ke depan aula menunggu sampai kelas di buka, aku berjalan menuju ke sana dengan senyum yang lebar kalau kalau ada yang lihat kan bisa jadi bahan gosip bahwa Rando sang Raja Telat akhirnya datang pagi. Ku lihat mobil sedan hitam melaju tepat ke arahku, pelan seolah dia mau memutar balik mobilnya. Aku pun melihat dengan aneh, tumben ada anak yang datang pagi juga kayak gini. Rajin banget nih anak pasti pikirku sesaat. Lalu turunlah seorang wanita dengan rambut lebih dikit dari bahu memakai bando, wajahnya putih memakai kaca mata putih, lalu dia sempat tersenyum kepada orang yang di dalam mobil itu mungkin ayahnya karena terlihat tua, hidungnya mancung dan bibirnya sedikit tipis, wajahnya pun enak dipandang. Ia melambai sewaktu mobil itu mulai perlahan pergi. Ku pandangi cewek itu, senyumnya indah juga kulihat dia terlihat bingung karena pintu kelas tertutup semua. Dia pun menoleh ke arahku, tepat di sebelahku dia menatap. Lalu dia berjalan perlahan ke arahku, duduk di sampingku dengan santainya. Aku pun penasaran dengan cewek ini, baru kali ini aku melihatnya di sekolah. Padahal setiap hari aku selalu di luar kelas untuk bertemu dengan Naya kalau gak ke ruang band berlatih sama anak-anak.
“Eh kamu kok datengnya pagi banget ?”, aku mencoba memulai percakapan
“Kamu sendiri juga pagi kan.”, jawabnya singkat
“Ya iya sih, tapi aku biasanya telat loh datengnya.”, aku menjawab lagi
“Beneran ? Bagus dong.”
Dalam hatiku nih cewek jawabnya singkat banget, gak kenal apa dia sama aku. Setahuku orang-orang tau semua kok dengan aku. Sial.
“Kok aku gak pernah ngelihat kamu sih di sekolah. Jangan-jangan kamu pindahan ya ?”, kataku sambil sedikit menyindir
“Emang untuk apa sering diliat orang ? Cuma mau eksis aja, kadang orang gitu sombong semua.”, jawabnya sambil menoleh ke arah jam tangan putihnya
“Gak lah, aku disini banyak menyumbang piala dari lomba band antar sekolah. Tapi biasa aja kok malah sering dihukum juga aku.”, aku mulai marah dengan tanggapannya
“Loh itu kamu sombong ?”, langsung dia tegak menuju ke ruang kelas karena tak terasa teman-teman sudah pada berdatangan
“Ya tapi kan....”, belum sempat aku menyelesaikan omonganku dia langsung pergi.
Emang cewek kayak gini buatku kesal. Memang kita ini terkenal di sekolah tapi kan kita menyumbang piala juga untuk sekolah. Bukan anak-anak yang ada gang itu memamerkan kekayaan orang tua saja. Tapi jujur aku nambah penasaran sama nih cewek, baru kali ini aku bertemu cewek yang ngomong jutek tapi langsung kena banget di hati. Aku sempat tertawa dan merasa senang, akhirnya aku punya tujuan untuk memulai baru dan gak bakal menemui Naya lagi. Aku berfikir untuk mencari tahu siapa sih nih anak. Mungkin si Bagdi tau nih gumamku tentang cewek tadi. Kan kamusnya Bagdi lengkap tentang cewek. Nah akhirnya kelas dibuka juga, aku langsung lari dengan tersenym menyambut hari ini.
****
“Gimana tugas kalian apakah sudah selesai semua ?”, Bu Narni bertanya pada semua murid di kelas. Terlihat wajah para siswa bingung takut terkena semprotan ceramah panjang yang bisa menembus telinga hingga menyesekkan pernafasan. Ada yang menoleh kiri dan kanan berbisik-bisik seperti menayakan kepada temannya “Kamu udah ngerjain belom bro ?’, wajah-wajah itu tak dapat ditutupi. Krusuk-krusuk terdengar sangat kencang sehabis Bu Narni menanyakan hal tersebut kepada para siswa. Hanya satu orang di tengah krusuk-krusuk para siswa yang berjumlah 32 orang yang berani dengan lantangnya memecah keramaian tersebut.
“Saya Bu sudah selesai semua tugasnya.”, ujar Rando yang sambil mengacungkan telunjuknya. Teman-teman Rando merasa aneh tercampur takjub tapi lucu, ada yang tertawa kecil di sudut kelas melihat Rando seperti itu. Memang reputasi Rando telah pudar kalau soal akademik dan banyak sekali teman-teman yang suka bercandain Rando.
“Seriusan ? Kamu sudah selesai ? Siapa namamu ?”. tanya Bu Narni.
“Rando bu absen 24.”, jawab Rando
“Oke, silahkan jelaskan tentang tugasmu biar teman-teman tahu semua.”, suruh Bu Narni
Rando bangkit dari tempat duduknya kemudian bergerak ke depan, Rando kali ini ada di belakang sekali meja baris nomor 2 dari pintu di sebelah kiri. Teman-teman Rando menoleh ke arah Rando semuanya seolah mata mereka mengikuti langkahnya Rando untuk maju ke depan. Rando mulai sedikit panik melihat ekspresi teman-temannya yang begitu aneh menatap Rando. Tapi dengan tegapnya Rando maju memenuhi permintaan dari Bu Narni. Dia maju ke depan kelas serta membacakan hasil dari tugasnya. Sesekali Rando menggunakan spidol layaknya seorang guru untuk menjelaskan mengenai rumus kimia yang begitu rumit. Bu Narni hanya mengangguk-angguk saja mendengar penjelasan Rando, dia menatap seisi kelas sesekali dia menegur siswa yang ribut agar memperhatikan Rando. Matanya seolah ada banyak karena Bu Narni sangat sigap dan tahu apabila ada satu siswa saja yang tidak memperhatikan padahal terlihat matanya menatap penjelasan Rando. Sungguh mata yang sangat peka yang tersimpan di belakang kacamata bulat ala 80an mungkin. Rando terlihat sangat semangat menjelaskan tentang tugas Kimia reaksi atom, dia pun tidak hanya menjelaskan tentang reaksi atom saja tetapi menjelaskan bagaimana kaitannya untuk materi yang lainnya. Tak terasa telah 30 menit Rando menjelaskan, ada yang tertidur pula di sudut belakang sebelah baris Rando. Namun Bu Narni tetap memperhatikan Rando, dia serasa takjub ada siswa yang begitu histeris untuk belajar Kimia.
“Oke cukup.”, suara Bu Narni memecah keheningan
“Baiklah bu, saya akhiri terima kasih.”, ucap Rando sekaligus menutup persentasinya
Rando pun kembali ke tempat duduknya, dia duduk dengan wajah yang sangat bahagia sekali. Dia telah puas, pengorbanannya semalam sudah terbayarkan semuanya.
“Kamu saya kasih 90 langsung, saya takjub ada murid seperti kamu di kelas ini.”, puji Bu Narni
Rando hanya mengangguk-angguk saja tapi terlihat jelas wajah senangnya yang tak bisa ia tutupi. Kelas pun telah selesai, para siswa bersiap moving class ke kelas berikutnya.
“Ciee Rando hebat banget hari ini.”, puji teman wanita di kelasnya
“Haha gak kok cuma kebetulan aja tadi.”, ucap Rando malu
            Langkahnya terdengar kencang seakan rasa penasaran terus menghantui Rando. Baru kali ini dia merasa penasaran dengan seseorang karena selama ini hanya Naya lah yang bisa membuat rando merasakan hal tersebut. Namun sekarang ada seseorang yang mampu membuat rasa itu kembali hadir di tengah-tengah permasalahan yang terjadi di antara mereka berdua. Suasana seperti biasa di sekolah ramai ketika waktunya istirahat. Kantin masih dipenuhi oleh anak-anak kelas 10 yang berada di asrama karena mereka jarang memakan masakan yang enak. Rando pun pernah mengalami hal yang serupa sehingga cerita itu akan terus diingatnya. Guru-guru sibuk merumpi ria, diduga pasti mereka bercerita tentang siswa-siswa bandel yang ada di sekolah, mungkin juga tentang kehebohan baru-baru ini mengenai pemilihan Presiden yang akan dilaksanakan sebentar lagi. Perbincangan yang sangat familiar, bisa di tebak oleh murid-murid biasa. Sepertinya hari ini tak ada yang mendapatkan hukuman, terlihat Pak Supri sedang menganggur melihat bunga-bunga yang baru ditanam tepat di taman depan ruang guru baru bermekaran. Sangat jarang sekali Pak Supri bisa bersantai seperti saat ini. Rando duduk di taman sebalah aula kemudian merenung mengingat samar-samar wajah perempuan jutek tadi. Matanya tertutup rapat seakan khayalan itu semakin dalam terlihat nyata. Sesekali dia tersenyum sendiri sambil melihat-lihat seisi sekolah dan tersirat di wajahnya bahwa dia sedang mencari cewek itu. Kemudian dia tersentak bangun, bibirnya terlihat kaget dan tersenyum lebar licik. Dia sepertinya menyadari bahwa ada hal yang dilupakannya, dengan segera dia berlari menuju ruangan kelas.
***
Duh dimana ya si Bagda, giliran dibutuhin pasti dia selalu menghilang entah kemana. Aku pun lupa dia ada di kelas mana karena terkadang jadwal kelasnya berbeda dengan jadwal kelas lainnya. Dia memang agak sedikit pintar karena kelasnya termasuk kelas percepatan. Kulihat cowok berkulit putih, kurus dan tinggi berjalan menuju ruang 15, berjalan bersama 2 orang cewek yang sepertinya adik kelas. Tak asing lagi itulah Bagda. Lalu aku bergegas menghemat waktu istirahat yang semakin berjalan maju. Berulang kali aku panggil tapi tetap saja Bagda tak mendengar, memang tuh anak telinganya agak kurang. Dari belakang aku rangkul bahunya berusaha untuk mengagetkannya. Dia sangat tersentak melihatku merangkulnya dari belakang, mungkin dia kira aku cewek yang tiba-tiba marah akibat perbuatan dia di sekolah.
“Eh kemana aja aku cariin dari tadi.”, ucapku pada Bagda sambil kurangkul bahunya
“Ternyata si Raja Telat dateng, suatu kehormatan.”, jawab Bagda sambil bertekuk lutut layaknya bertemu seorang Raja
“Si kampret masih aja ya, udah berdiri.. anak-anak pada ngeliatin tuh kampret.”, ucapku dengan malu
“Yoi bos kita duduk dulu lah ya.”, ucap Bagda
Kami masuk ke ruangan Bagda yang berada di lantai 2 gedung B. Kelas ini memang khusus untuk anak yang masuk kelas percepatan sehingga aku sangat asing dengan kenyamanan yang ada di kelas ini. Bangku-bangku tertata rapi dan memliki sekat yang terbuat dari plastik bening, AC pun sangatlah dingin, proyektor terlihat baru dan lantainya pun menggunakan karpet berwarna biru. Super nyaman sekali tinggal di kelas seperti ini, hal wajar anak-anak percepatan jarang keluar kelas karena memang kelas yang mereka dapatkan sangatlah bagus sekali. Suasana kelas sangatlah hening walaupun di penuhi oleh para siswa. Mereka sibuk membaca buku pelajaran seolah mempresiapkan persenjataan untuk menjawab soal-soal yang akan dilontarkan oleh guru mereka. Padahal kupikir-pikir belum tentu juga guru akan bertanya, sia-sia aja mereka belajar apabila tak ditanyakan. Kami berdua masuk ke dalam kelas duduk di bangku paling depan, bangku kelas ini memang seperti bangku kuliah yang sekaligus meja. Ku balikkan bangku ku mengarah ke arah Bagdi yang menghadap papan tulis. Ku lirik kiri dan kanan karena berbahaya sekali apabila informasi ini dapat ketahuan oleh orang-orang lain. Lalu aku mendekatkan diri ke arah Bagda dan berbisik kecil.
“Da, kamu tau gak cewek pake kacamata putih, kulitnya putih, suka bandoan trus jutek gitu ?”, bisikku bertanya
“Hmm sebentar ya aku buka kitabku terlebih dahulu.”, Bagda membuka smartphone nya, mencari aplikasi yang dia buat sendiri mengenai data cewek-cewek yang ada di sekolah. Wajahnya terlihat serius sekali, memang Bagda akan serius apabila membicarakan tentang cewek. Dia sangat terobsesi dengan penemu majalah Playboy.
“Hmm ketemu do, mungkin ini ?”, ditunjukkannya sebuah foto persis seperti yang kulihat tadi pagi. Hidungnya serta bibir tipisnya tak akan pernah Rando lupakan karena bibir itulah yang selalu membuat Rando agak terlihat kesal.
“Nah ini dia pas sekali. Siapa tuh namanya da ?”, ucapku penasaran
“Ini namanya Zahria Putri Yunda anak XI IPS 3.”, jawab Rando sambil menatapi fotonya
“Oke, makasih ya sayang.”, aku merasa sedikit lega dan kucium jidatnya Bagda lalu pergi saja
“Si anjing, dasar homo.”, jawab Bagda membalas ciuman Rando di keningnya
Suara Bagda mengumpat mulai tak terdengar lagi karena aku berlarian menuruni tangga untuk menuju Gedung A ke tempat anak-anak IPS belajar. Gedung A berada agak jauh dari Gedung B karena memang apabila di satukan akan menimbulkan perpecahan anatar anak IPA dan IPS. Aku lari seolah takut kehabisan waktu, lalu aku dengan terengah-engah mencari ruangan Zahria. Kulihat satu persatu kelas tak ada sampai aku ke lantai 2, kulihat sesosok hawa dengan kulit putih serta hidung yang mancung, bibir tipisnya, dan kacamata putih yang selalu di pakainya. Ya ketemu deh Zahria. Aku pun merasa puas serta senang entah rasnaya rasa penasaranku telah terbayarkan dengan mengetahui identitasnya. Ku pandangi dia dari kejauhan, dia sangat asik membaca buku kayaknya seprti novel sambil menikmati bekal yang terlihat seprti buatan ibunya. Dia terlihat fokus dan teman-teman yang lain sepertinya tak ada yang mau menemaninya. Aku pun heran mengapa dia sendiri duduk di barisan belakang tepat di pojok kiri. Serta teman-teman yang sendang merumpi di depan, mata tak bisa dibohongi mereka sesekali menoleh ke arah Zahria dan mengeluarkan cibiran kecil yang hanya mereka yang tahu. Entah apa alasan teman sekelasnya mencibir dia tapi memang sih kalau soal jutek wajar anak-anak kesal, aku pun sama sih seperti tadi pagi tapi itulah yang membuat menarik dari Zahria menurutku. Wajah Zahria hanya tenang-tenang saja sambil membaca novel, mungkin terlihat kesal juga sih melihat kita tak ditemani anak-anak karena mungkin mereka tidak suka dengan sikap kita tapi harusnya kita bisa menghargai perbedaan tersebut. Sesekali Zahria menoleh ke arah teman-temannya yang ada di depan seolah penasaran dan ingin bergabung bersama teman-temannya untuk mengobrol, sepertinya tak bisa wajah murung sering di tunjukkannya di bawah buku novelnya hanya dari samping seperti aku yang bisa melihat jelas. Dia mengambil headset lalu mendengarkan musik sepertinya keputusan itu dia buat untuk menghibur hatinya. Sebenarnya aku ke sini hanya ingin penasaran saja melihat dia, tapi sepertinya hatiku mulai tertegun melihat dia seperti ini. Ku putuskan menjahili Zahria siapa tau bisa menghibur hatinya. Aku pun melangkah pelan-pelan, mataku sesekali menoleh ke arah dia agar tak ketahuan. Aku pun memasuki kelas, teman-teman Zahria di depan seolah kaget melihatku masuk karena aku yakin mereka tahu aku dan merasa heran. Aku berjalan ke tempat duduknya, dan
“WOYY.... “, aku mengagetkan Zahria. Wajahnya tak terkejut sih, si kampret emang ya buat orang kesal. Baru ku lihat ternyata dia pakai headset. Aku copot headsetnya dan berbisik,
“Asik ya baca novelnya.”, aku berbisik ke telinganya
“Astaga, kamu lagi ternyata.”, dia agak sedikit kaget
Aku langsung mengambil posisi di depan tempat duduknya. Meratapi matanya. Walaupun Zahria terlihat biasa tapi mata tak bisa dibohongi, dia merasa sedikit canggung mungkin baru pertama ada yang mengajak ngobrolnya.
“Ngapain kamu ke sini Ran...?”, ucap Zahria sambil melepas headsetnya
“Ya gapapa toh ini bukan sekolahmu kan ?”, jawabku jutek
“Tapi kamu merusak pemandangan di depanku.”, ucap Zahria
“Terserah aku ya, eh BTW kamu tau namaku ?”, sambil tumpukan tanganku di bawah dagu
“Ehh tuh di dadamu terlihat jelas kok nametagnya.”, jawab Zahria sambil membenarkan rambutnya
“Ohh iya deng hhe. Yaudah aku ke sini pengen kenalan aja sih. Salam kenal ya, namaku Rando.”, sambil tersenyum dan mengulurkan tanganku. Ku lihat di sekitar kelas banyak yang heran sepertinya
“Mau banget kenalan sama aku ? Ntar nyesel loh kamu.”, jawab Zahria seolah membuatku tambah penasaran
Tanpa banyak basa basi langsung ku ambil tangannya, “Salam kenal ya Zahria semoga kita bisa menjadi teman. Aku duluan ya.”
“Eh kokk..”, Zahria bingung
Aku langsung pergi meninggalkan dia sambil melambaikan tanganku, terlihat wajah Zahria tersenyum kecil mungkin dia malu atau baru pertama kali ini ada yang mengajak dia kenalaan seperti ini. Teman-teman Zahria mencibir kecil di depan, menambah bahan gosipan mereka.
Aku pun senang sekali bisa membuat Zahria seperti itu, ya itung-itung pembalasan dendamku sih karena tadi aku juga kan ngomong agak sedikit menggantung di depan dia. Balik ke kelas ah ucapku karena memang bentar lagi kan mau masuk.
****
            Terlihat dari kejauhan Kak Ewo dan 2 temannya mengahmpiri Rando di depan kelasnya Zahria. Kak Ewo datang dengan wajah kesal seperti ada sesuatu hal yang ingin disampaikannya tetapi dengan cara yang tak biasa. Rando keluar kelas Zahria dengan biasa saja karena dia baru berkenalan dengan orang yang sangat buat dia penasaran selain Naya. Tiba-tiba 3 orang mendekat dan salah satunya adalah Kak Ewo. Rando menoleh ke arah mereka bertiga terutama tatapannya berfokus pada Kak Ewo. Kak Ewo pun menarik baju Rando, dia terlihat sangat kesal sekali. Lalu Rando dengan refleksnya mendorong Kak Ewo ke belakang cukup membuat Kak Ewo hampir terjatuh. Kedua temannya berusaha memegang Rando namun Rando tetap sigap sesuai dengan bela diri yang dia pelajari ketika SMP, Rando menarik tangan temannya dan mendorong kedua teman Kak Ewo menabrak kotak sampah walaupun badan Rando tak terlalu besar dan tinggi dibanding Kak Ewo namun dia memiliki tenaga yang lumayan besar.
“Ada apa Kak sebenarnya ini ?”, Rando bertanya dengan halus kepada Kak Ewo. Kak Ewo pun membenarkan bajunya dan seolah ingin memukul Rando lagi namun diurungkannya ketika melihat Raka datang dari belakang Rando. Dia hanya berdiri namun membuat Kak Ewo seperti ketakutan bersama kedua temannya yang lain. Teman-teman satu sekolah berkumpul seperti melihat pertunjukkan yang jarang terjadi di sekolah ini.
“Ada apa Do ?”, ucap Raka sambil menggulung lengannya di dada
“Entahlah ka aku juga gak paham soalnya, tiba-tiba dia ini dateng.”, ucap Rando sambil terengah-engah
“Eh do kamu jangan deketin Naya lagi. Sadar diri dong, dia tuh gak bakal suka sama kamu.”, ucap Kak Ewo marah sambil menunjuk ke arah Rando
“Jadi ini kak masalahnya, kan bisa diselesaikan baik-baik harusnya. Kak aku dan Naya tuh gak ada apa-apa hanya temenan doang. Apa sih yang kakak takutin ? Kalau fisik lihat, lebih bagus kakak di bandingin aku, kepintaran pun sama. Jadi kenapa takut banget ?”, Rando mengeluarkan isi hatinya
Kak Ewo hanya terdiam mendengar perkataan Rando. Di antara teman-teman yang berkumpul terlihat Zahria melihat dari dalam kelas kondisi Rando yang bisa terlihat emosi namun ditutupinya. Zahria pun merasa tak menyangka, selama ini dia mengira Rando adalah anak yang populer di sekolah, sedikit jahil, dan tak pernah sedikitpun dalam kamu Zahria tipe cowok seperti Rando mengerti akan masalah percintaan. Tapi ini di luar ekspetasi Zahria, orang populer pun seperti Rando mau berkenalan dengan Zahria ini juga yang menyebabkan Zahria mulai timbul kegelisahan dan rasa penasarannya kepada Rando. Ingin mengetahui lebih jauh lagi mengenai Rando.
            Suasana hening sesaat, Raka mengusir teman-teman yang ada di sekitar Rando dan Kak Ewo. Mereka kecewa karena diusir seperti itu tetapi mau gimana lagi tak ada yang berani dengan Raka di sekolah ini. Suasana seketika hening sesaat. Udara di sekitar memang terasa sedikit panas padahal masih pagi. Mereka pergi mencari tempat yang sepi dan jauh dari orang agar tak ada gosip apapun.
“Jadi gimana Kak Ewo ? Aku minta maaf saja kalau memang aku sudah menganggu Naya. Aku gak akan deketin dia lagi.”, Rando mengulurkan tangannya ke Kak Ewo
Kak Ewo memikir sejenak mengambil nafas karena dorongan Rando yang lumayan keras membuat dadanya sedikit sakit.
“Oke aku juga minta maaf terasa seperti kekanak-kanakan hal seperti ini.”, Kak Ewo menjabat tangan Rando dan memeluknya
“Eh wo, awas kamu gini lagi ke Rando. Kamu tau kan siapa aku ?”, ucap Raka sambil menunjuk Kak Ewo
“Udah ka santai kok.”, Rando memgang badannya Raka sambil menenangkannya
“Maaf ka aku gak tau dia temenmu ternyata.”, wajah Kak Ewo terlihat takut
“Yaudah pergi-pergi.”, ucap Raka kepada Kak Ewo dan temennya
Kak Ewo pun pergi bersama teman-temannya untuk masuk kelas. Kedua temannya memegang dada mereka seakan terasa sakit terkena dorongan Rando.
            Raka dan Rando tertawa setelah Kak Ewo dan temannya pergi. Mereka merasa sekolah ini milik mereka berdua saja tadi padahal kalau ketahuan guru bisa berbahaya mereka.
“Eh do kalau ada apa-apa bilang aja ya lain kali jangan sungkan.”, ucap Raka kepada Rando
“Oke bro tenang makasih banyak ya tadi. Ternya kamu terkenal juga.”, Rando menyindir Raka
“Iya dong terkenal. Eh bolos aja yok sekali kali ke ruang band.”, ajak Raka
“Hmm bolehlah. Aku juga mau cerita nih.”, ucap Rando
Mereka berdua berjalan ke ruang band sambil mengendap-endap karena apabila ketahuan bisa gawat juga. Dalam perjalanan mereka bercerita banyak sekali, seolah mereka seperti sedang curhat satu sama lain. Mereka terlihat riang sekali satu sama lain. Begitulah kehidupan di dunia musik semakin dekat maka mereka semakin bisa mengatur ritme permainan band mereka. Memang teman-teman Rando di satu band sangatlah akrab sekali, karena mereka sering latihan bareng juga dan memenangkan beberapa kompetisi bersama mulai dari kelas 10 smester 2 dan kenangan itu gak akan mereka lupakan.
****
“Ha ? Seriusan ?”, ucap ku dengan kencang di dalam kelas membuat semua isi kelas menoleh ke arahku setelah mendengar cerita Gina
“Naya jangan ribut di kelas.”, ucap Pak Guru yang sedang menjelaskan materi Bahasa Indonesia
“Masa sih Kak Ewo gituin Rando ?”, ucap ku  berbisik
“Iya Nay rame kok tadi. Waktu Kak Ewo mau mukul Rando di dorongnya Kak Ewo sam 2 temennya oleh Rando. Eh malah mereka yang jatoh. Hebat juga ya si Rando.”, sambil tertawa kecil Gina
“Ya iyalah Rando tuh kan ada bela diri dari SMP. Kak Ewo mah apa.”, ucapku
“Ciee kok kamu belain Rando sih jadinya, pacarmu tuh Kak Ewo.”, ledek Gina
Aku cuma diam saja memikirkan kondisi mereka berdua. Tak habis pikir aja sih kok bisa Kak Ewo kayak gitu dengan Rando padahal aku sudah bela-belain menjauh dari Rando demi menjaga perasaannya. Gak habis pikir banget aku kok kayak anak kecil. Pasti Rando nambah benci banget sama aku, itulah yang terlintas di benakku sekarang. Ku lihat di luar jendela suasana sedang sepi sekali, angin pun tak ada daun daun pun tak ada yang bergerak sedikitpun dari rantingnya. Terik matahari menyambar dengan sangat panas. Hari ini aku pun merasa gerah untuk sekolah, kipas angin pun sampai tak kuat sehingga ada salah satu dari mereka di kelas ini yang mati, mungkin sangking panasnya terik hari ini. Kakiku ku gerakkan terus menerus menahan kesabaran untuk terus bertanya tentang kejadian yang terjadi. Pak Guru pun tak berhenti mengoceh di depan berbicara tentang sastra, ya dia hanya berceloteh pelajaran yang sering ku baca setiap hari. Ku lihat Gina memperhatikan guru dengan sangat seksama ya mungkin dia tidak ingin posisinya sebagai juara kelas direbut oleh orang yang lebih berusaha dibandingkan dia.
            “Tettttt”, bunyi panjang inilah yang kutunggu-tunggu sejak 1 jam yang lalu. Segera ku bergegas membereskan semua peralatan yang ada di meja, anak-anak yang lain masih mengobrol tapi aku sudah lelah menahan kesabaran untuk bertemu Kak Ewo. Ku lihat Gina hanya melongo melihat muka ku yang menahan rasa amarah serta rasa penasaran, mukaku memang terlihat datar dan satu senyum pun tak ku lontarkan. Ku gendong tasku bergegas menemui Kak Ewo, aku memang biasa pulang dengan Kak Ewo sejak Pak Min tak lagi menjemputku. Pandangan ini hanya tertuju pada satu tempat yaitu parkiran mobil yang terletak di sebelah ruangan guru, Kak Ewo pun belum muncul juga di sana. Mataku tiba-tiba teralihkan oleh seseorang yang baru saja keluar dari ruangan favoritnya. Telah lama aku memang tak menghubungi dia, sejak Kak Ewo melarangku dan kami terus bertengkar lalu kuputuskan tak menghubunginya lagi. Sifatnya masih sama seperti 3 bulan lalu, wajar sih baru 3 bulan kami tak berhubungan namun entah mengapa serasa seperti beberapa tahun. Karena dialah orang yang selama ini bisa mengerti aku, mengerti tentang kehidupanku, kesukaanku, bahkan kesedihkanku. Kini terasa kosong saat ingin berkeluh kesah, memang Kak Ewo orang yang perhatian namun aku masih berani bertaruh kepada orang-orang yang mengatakan Rando lebih rendah rasa perhatiannya dibandingkan Kak Ewo. Terkadang aku bingung dengan orang yang tak mengenal Rando, dia hanya dipandang sebelah mata mengenai sifatnya yang usil dan mesum, tapi di balik dirinya itu ada sesosok lelaki lembut yang hanya bisa keluar apabila kuncinya dibuka dengan perlahan. Walaupun memang Rando terkenal karena kemampuan musiknya sangat baik di sekolah ini. Rando berjalan dengan Raka sambil tersenyum serta bercanda. Aku hanya bisa berpura-pura tak melihat dia, walaupun mata ini tak bisa menahan terlalu lama. Wajah anehnya memang bisa membuatku rindu akan lawakannya yang memang tak lucu sebenarnya. Rasanya ingin kupanggil dia tapi tak bisa. Mobil sedan putih Kak Ewo telah parkir di tempat biasa, segera aku berlari untuk menanyakan kepadanya. Jujur hati ini sangat kesal mendengar cerita Gina, aku sungguh tak bisa bersabar lagi dengan sifatnya yang terlalu protective kepadaku seakan aku ini tahanan dia kali. Tak sengaja karena aku buru-buru lewat depan Rando, kulihat sesaat wajah Rando yang memang terlihat kesal saat melihatku tapi kini tak kupedulikan dan aku sekarang akan mencari tahu penyebabnya. Semakin dekat aku dengan mobilnya Kak Ewo, ku buka pintu mobilnya dan aku tutup dengan kencang.
“Santai dong Nay tutupnya, buru-buru ya kamu ?”, tanya Kak Ewo dengan nada lembut
“Kak kenapa sih kamu ? Jujur aku bingung sekali dengan kamu sekarang.”, ucapku dengan nada yang sedikit kencang
“Kamunya yang kenapa, tiba-tiba dateng langsung marah-marah.”, Kak Ewo berusaha memegang tanganku
“Udah gak usah megang (ku tarik tanganku), kakak kenapa sih tadi nyamperin Rando kayak anak kecil aja. Aku kan udah bilang ke kakak gak bakal berhubungan dengan dia lagi. Tapi kenapa sih masih aja kakak kayak gitu ke Rando. Rando tuh apa sih kak dibanding kakak. Fisik dan mungkin sifat orang semua tahu kok lebih baik kakak dibanding dia, tapi kok aneh banget kakak malah takut dengan dia. Aku gak nyangka banget punya pacar yang kayak gini.”, aku semakin kesal untuk menceramahi Kak Ewo entah apa lagi yang harus kukatakan
“Yaudah aku juga udah minta maaf dengan dia kok. Udahlah Nay jangan dibahas lagi.”, ucap Kak Ewo seolah malu dengan dirinya sendiri
“Males aku kak, mending aku naik taksi aja puolang. Satu hal lagi, kalo mau ngalahin Rando dalam bela diri, kamu gak akan pernah bisa.”, ucapku terakhir sambil keluar dari mobil dengan wajah kesal aku berlari ke luar sekolah untuk menunggu taksi.
            Dalam perjalanan ke depan sekolah aku selalu terfikir dengan kondisi Rando. Dia pasti sakit hati banget dengan kejadian yang kekanak-kananakan tadi. Begitulah Kak Ewo suka mengambil keputusan sendiri dan tak pernah berfikir panjang. Beda banget dengan Rando yang mempertimbangkan dengan sangat detail tapi entah mengapa aku jatuh cinta dengan Kak Ewo. Walalupun Rando memang baik tapi seperti ada satu hal yang kurang dari dia entah aku pun masih tak tahu apa. Itulah yang membuatku sampai sekarang tak ingin lebih dari Rando walaupun aku sudah tahu bahwa dia memiliki rasa kepadaku. Terik matahari semakin panas saja mungkin malam nanti mau hujan. Langkahku semakin pelan untuk berjalan ke depan pintu gerbang, entah perasaanku saja atau memang yang terlihat seperti itu banyak sekali orang-orang yang melihat ke arahku. Terutama cewek yang berkaca mata putih ini, dia aneh banget sih melihatku dari depan pos satpam sekolah. Jelas bunyi motor itu seperti ku kenal, bunyi motor lama dan aku pernah menaikinya sangat sering dahulu. Rando, dia lewat begitu aja di depanku dan berhenti di depan cewek berkaca mata itu. Terlihat senyum Rando sangatlah tulus disampaikannya kepada cewek itu. Mereka terlihat sedikit berbincang-bincang entah apa aku tak bisa mendengarnya dengan jelas. Rasa penasaranlku mulai muncul perlahan, secepat ini Rando melupakanku seperti itu saja. Tanpa ada rasa peduli sedikitpun, tak lagi dia menegurku, senyum pun juga gak. Rasanya hati ini bercampur aduk seolah ada perang antara hati dan logika. Melihat itu tak terbesit lagi pikiran positifku karena dahulu memang Rando juga sama seperti itu kepadaku. Aku mulai menarik nafas sejenak, mungkin inilah hukuman buatku yang secepat itu juga untuk menyia-nyiakan pengorbanan Rando.


0 komentar:

Post a Comment