“ Astaga... Mimpi apaan
ini.” Aku tersentak langsung dari tempat tidurku. Jantungku berdebar-debar rasa
takut serta panik. Keringatku mengucur deras layaknya habis berlari 1 km.
Bibirku kering gemetar, bayang-bayang mimpi itu masih terngiang di benakku. Aku
masih terduduk di atas tempat tidurku mencoba mengembalikan nyawaku yang
terbang-terbang melayang dari alam mimpi sana. Kepalaku pusing karena memang
aku baru tidur pukul 3 malam sehabis berlatih gitar untuk kompertisi minggu
depan. Aku ambil segelas air di atas meja disebelah tempat tidurku, ku teguk
sampai habis untuk menghilangkan dahaga ini. Perlahan kutarik nafas dalam-dalam
kurasakan suasana sekitarku yang memang terlihat hening sekali. Tiba-tiba
terdengar suara azan subuh berkumandang, memanggil untuk melalukan sholat. Aku
lihat jam dinding di depanku, jam menunjukkan pukul setengah 5 tepat. Baru kali
ini aku bangun jam segini tak seperti biasanya sih. Mungkin Tuhan sedang
berbaik hati membangunkanku agar tak telat datang ke sekolah seperti biasanya.
Aku merenung sejenaik membayangkan mimpi yang semalam, perlahan tapi pasti
ingatan mimpi itu mulai memudar dari kepalaku. Aku pun hanya teringat sedikit
dan saat aku mencoba mengingat mimpi itu dari mana awalnya, ya jawabannya tak
ingat sedikit pun. Itulah mimpi tak pernah tahu awal dari mimpi tersebut, namun
jika tak kita tulis di dalam buku tentu mimpi itu akan pudar begitu saja.
Kuberanjak bangun dari tempat tidur, entah mengapa rasanya aku ingin menunaikan
sholat subuh. Dengan wajah serta mata masih setengah ngantuk aku berjalan ke WC
untuk mengambil air wudhu. “Allahu akbar..” aku melakukan sholat, dalam setiap
sholat aku selalu berdoa agar diberikan seseorang yang terbaik untukku. Sejak
kejadian antara aku dan Naya, kami memang tak pernah berhubungan lagi satu sama
lain. Pupus harapanku untuk bisa dekat dengan dia selalu. Hari-hariku serasa
sepi, kami memang berada di satu tempat namun serasa seperti jauh. Aku hanya
bisa memandang dia dari kejauhan, saat kami berpapasan hatiku selalu saja
berdetak kencang, aliran darahku mendidih, ada rasa tak enak untuk menegurnya
jujur bingung sekali. Mangkanya setiap kali aku berdoa sekarang berikan jodoh
yang tepat untukku dan satu lagi apabila memang Naya adalah jodohku tolong
Engkau dekatkan selalu. Hanya dua doa itu yang aku sampaikan, jujur Naya memang
saat ini adalah orang yang memberikan kekuatan untuk tetap melangkah maju
selalu. Kurapikan lagi sajadah dan sarung yang kugunakan kemudian aku berbaring
lagi di tempat tidurku sembari menunggu terang untuk mandi. Hari ini tak boleh
telat lagi. Harus berubah menjadi lebih baik walaupun berat sih rasanya
ninggalin Miyabi di laptop. Ternyata menunggu itu bosan sekali, kuintip dari
kamar ibuku belum bangun, ayahku masih terpulas di hadapan laptopnya, kamar
adikku masih gelap juga padahal baru 5 menit sehabis aku sholat tadi tetapi aku
serasa lama banget menunggu. Memang berat sih kalau nunggu lama-lama tuh, malah
enakkan ditunggu kayaknya ya. Aku rapikan tempat tidurku kemudian aku bergegas
mandi walaupun masih menunjukkan pukul 5 pagi. Rasanya segar mandi pagi itu
ternyata. Bulir-bulir air dingin seolah masuk menembus daging ini,
membangkitkan semangat untuk melakukan aktivitas seperti biasanya. Kesegaran
yang sangat jarang sekali aku dapatkan karena selama ini aku mandi selalu
terlambat dan tak pernah kunikmati kesegarannya. Ku gosok badanku satu persatu,
memang nikmat sekali menggosok badan sampai ke tengah-tengah belahan
selangkanganku. Kurasakan getaran-getaran yang menambahkan energi kehidupanku.
Ku basuh semua sabun yang menempel di badanku dan kulap semuanya. Aku terkejut
saat keluar kamar mandi ternyata ibuku telah bangun serta menyiapkan sarapan
pagi, wajahnya basah mungkin bulir-bulir air wudhu yang menempel di wajahnya.
“Halo Bu.”, sambil mengeringkan rambut kusapa
ibuku
“Wehh tumben Do kamu sudah mandi pagi-pagi
gini, mau nemuin cewek ya ?”, ibuku menyindir sambil mengoleskan mentega pada
roti tawar di atas meja makan
“Gak kok bu ini memang pengen aja bangun
pagi, masa tela...”, aku langsung berhenti sejenak takut ketahuan ibuku kalau
sering telat
“Tel apa emangnya ?”, ibuku berhenti
sejenak mengoles rotinya merasa penasaran dengan kata-kataku
“Telalu on time terus maksudnya hehe.”,
aku pun mulai panik mau berbicara
“Oh yaudah kamu siap-siap deh biar tambah
on time dateng ke sekolahnya ya.”, ibuku melanjutkan pekerjaannya di dapur
“Siap beres bos.”, sambil bergegas dan
memberi hormat untuk bercanda dengan ibuku
Sambil bersiul kecil aku akupun langsung
ke kamar untuk memakai seragam sekolahku, seperti biasa ini hari Kamis dan
pelajaran yang sangat kusenangi adalah Kimia lebih lama dibandingkan mata
pelajaran lain. Sepertinya keberuntungan berpihak padaku hari ini. Tak terasa
matahari mulai terbit perlahan, suara kendaraan pun mulai terdengar berlalu
lalang walaupun sepertinya belum ramai. Ku siapkan semuanya di depan ruang tamu
agar aku tak lupa membawa tasku, sebenarnya inilah yang menyebabkan aku telat
setiap saat. Aku terkadang lupa untuk membawa tasku lalu saat di tengah jalan
dan teringat, aku pulang lagi dan mengambil tasku lagi. Kebanyakan seperti itu
sih tapi terkadang memang aku yang telat bangunnya sih. Semua sarapan telah
tersedia di atas meja makan, rasanya hari ini banyak sekali jenis makanan yang
ada di atas meja makan. Susu, teh, kopi, roti tawar bakar, sandwich, burger,
ada juga lauk kemarin yang dihangatkan oleh ibuku. Enak sekali kalo makan
seperti ini, bahkan aku bisa menghemat uang jajanku untuk tidak makan di
sekolah.
“Bu tolong bawain Rando bekal dong, pengen
nih burger dibungkus.”, sambil mengunyah burger aku meminta tolong kepada ibu
“Oke dengan senang hati nak.”, ibuku
berjalan mengambil burger dan membungkusnya untukku
Fitri datang perlahan, raut masih ngantuk.
“Tumben kak bangun jam segini.”, sambil
menguap
“Iya dong, emang kamu aja yang bisa bangun
pagi.”, aku gak mau kalah
“Hebat-hebat kayak mau nemuin cewek aja.”,
fitri duduk disebelahku sambil menghirup teh hangat
Aku sejenak terdiam, bayangan Naya sempat
terlintas di benakku. Namun ku paksa untuk menutupnya dalam-dalam walaupun
berat rasanya.
“Iya mau nemuin Bu Siti guru Kimia. Mau
pacaran dulu kami.”, aku langsung cabut sehabis berbicara gitu meladeni Fitri
gak selesai-selesai
Matahari mulai bersinar cerah, cahayanya
masuk ke sela-sela jendelaku. Aku langsung berpamitan dengan ibuku dan pergi ke
sekolah. Motorku telah stand by karena
sehabis mandi sempat aku panaskan terlebih dahulu. Ku pakai helmku lalu
kutancapkan gas seperti biasa menyusuri jalanan menuju sekolah tercinta.
Burung-burung mengiringi perjalananku, tak pernah kurasakan suasan pagi yang
damai seperti ini. Lampu merah tempat biasanya aku berceloteh, mengumpat
hal-hal buruk entah orang mau bilang apa melihat mulutku komat kamit menyumpahi
polisi lalu lintas, kini sepi sekali seolah aku yang memiliki jalan ini.
Kicauan burung turut mewarnai perjalananku menuju ke sekolah, ku gas motorku
dengan perlahan tak seperti biasanya karena memang saat ini aku belum telat
masih lama banget aku masuk sekitar 45 menit lagi.
Seperti
biasa warung Bu Yah selalu buka di pagi hari, aku menyapa Bu Yah dengan
senyuman untuk hari ini aku tak perlu parkir di depan warungnya karena gerbang
sekolah terbuka lebar seolah menyambut kedatanganku yang penuh dengan kejutan.
Pak Supri pun belum terlihat di depan gerbang, biasanya dia selalu tepat waktu
untuk memburu mangsanya. Aku masuk melewati taman sekolah untuk pertama kalinya
karena biasanya aku kan lewat jalur lain. Taman sekolah tak seperti biasanya
apalagi tepat di depan ruangan guru, biasanya taman itu kotor dipenuhi
daun-daun yang rontok namun kali ini bersih dan rapi sekali banyak
tanaman-tanaman baru yang di tanam di sana. Pagi ini penuh nikmat sekali,
melihat sekolah seperti melihat surga yang indah. Motorku berhenti di parkiran
paling depan karena tak ada satupun orang yang parkir di sana sekarang, mungkin
yang lain masih mandi pikirku. Semua kelas masih terkunci ternyata, kucoba buka
kelas lain ternyata sama semuanya masih terkunci. Akhirnya aku memutuskan untuk
ke depan aula menunggu sampai kelas di buka, aku berjalan menuju ke sana dengan
senyum yang lebar kalau kalau ada yang lihat kan bisa jadi bahan gosip bahwa
Rando sang Raja Telat akhirnya datang pagi. Ku lihat mobil sedan hitam melaju
tepat ke arahku, pelan seolah dia mau memutar balik mobilnya. Aku pun melihat
dengan aneh, tumben ada anak yang datang pagi juga kayak gini. Rajin banget nih
anak pasti pikirku sesaat. Lalu turunlah seorang wanita dengan rambut lebih
dikit dari bahu memakai bando, wajahnya putih memakai kaca mata putih, lalu dia
sempat tersenyum kepada orang yang di dalam mobil itu mungkin ayahnya karena
terlihat tua, hidungnya mancung dan bibirnya sedikit tipis, wajahnya pun enak
dipandang. Ia melambai sewaktu mobil itu mulai perlahan pergi. Ku pandangi
cewek itu, senyumnya indah juga kulihat dia terlihat bingung karena pintu kelas
tertutup semua. Dia pun menoleh ke arahku, tepat di sebelahku dia menatap. Lalu
dia berjalan perlahan ke arahku, duduk di sampingku dengan santainya. Aku pun
penasaran dengan cewek ini, baru kali ini aku melihatnya di sekolah. Padahal
setiap hari aku selalu di luar kelas untuk bertemu dengan Naya kalau gak ke
ruang band berlatih sama anak-anak.
“Eh kamu kok datengnya pagi banget ?”, aku
mencoba memulai percakapan
“Kamu sendiri juga pagi kan.”, jawabnya
singkat
“Ya iya sih, tapi aku biasanya telat loh
datengnya.”, aku menjawab lagi
“Beneran ? Bagus dong.”
Dalam hatiku nih cewek jawabnya singkat
banget, gak kenal apa dia sama aku. Setahuku orang-orang tau semua kok dengan
aku. Sial.
“Kok aku gak pernah ngelihat kamu sih di
sekolah. Jangan-jangan kamu pindahan ya ?”, kataku sambil sedikit menyindir
“Emang untuk apa sering diliat orang ?
Cuma mau eksis aja, kadang orang gitu sombong semua.”, jawabnya sambil menoleh
ke arah jam tangan putihnya
“Gak lah, aku disini banyak menyumbang
piala dari lomba band antar sekolah. Tapi biasa aja kok malah sering dihukum
juga aku.”, aku mulai marah dengan tanggapannya
“Loh itu kamu sombong ?”, langsung dia
tegak menuju ke ruang kelas karena tak terasa teman-teman sudah pada
berdatangan
“Ya tapi kan....”, belum sempat aku
menyelesaikan omonganku dia langsung pergi.
Emang cewek kayak gini buatku kesal.
Memang kita ini terkenal di sekolah tapi kan kita menyumbang piala juga untuk
sekolah. Bukan anak-anak yang ada gang itu memamerkan kekayaan orang tua saja.
Tapi jujur aku nambah penasaran sama nih cewek, baru kali ini aku bertemu cewek
yang ngomong jutek tapi langsung kena banget di hati. Aku sempat tertawa dan
merasa senang, akhirnya aku punya tujuan untuk memulai baru dan gak bakal
menemui Naya lagi. Aku berfikir untuk mencari tahu siapa sih nih anak. Mungkin
si Bagdi tau nih gumamku tentang cewek tadi. Kan kamusnya Bagdi lengkap tentang
cewek. Nah akhirnya kelas dibuka juga, aku langsung lari dengan tersenym
menyambut hari ini.
****
“Gimana tugas kalian apakah sudah selesai
semua ?”, Bu Narni bertanya pada semua murid di kelas. Terlihat wajah para
siswa bingung takut terkena semprotan ceramah panjang yang bisa menembus
telinga hingga menyesekkan pernafasan. Ada yang menoleh kiri dan kanan
berbisik-bisik seperti menayakan kepada temannya “Kamu udah ngerjain belom bro
?’, wajah-wajah itu tak dapat ditutupi. Krusuk-krusuk terdengar sangat kencang
sehabis Bu Narni menanyakan hal tersebut kepada para siswa. Hanya satu orang di
tengah krusuk-krusuk para siswa yang berjumlah 32 orang yang berani dengan
lantangnya memecah keramaian tersebut.
“Saya Bu sudah selesai semua tugasnya.”,
ujar Rando yang sambil mengacungkan telunjuknya. Teman-teman Rando merasa aneh
tercampur takjub tapi lucu, ada yang tertawa kecil di sudut kelas melihat Rando
seperti itu. Memang reputasi Rando telah pudar kalau soal akademik dan banyak
sekali teman-teman yang suka bercandain Rando.
“Seriusan ? Kamu sudah selesai ? Siapa
namamu ?”. tanya Bu Narni.
“Rando bu absen 24.”, jawab Rando
“Oke, silahkan jelaskan tentang tugasmu
biar teman-teman tahu semua.”, suruh Bu Narni
Rando bangkit dari tempat duduknya
kemudian bergerak ke depan, Rando kali ini ada di belakang sekali meja baris
nomor 2 dari pintu di sebelah kiri. Teman-teman Rando menoleh ke arah Rando
semuanya seolah mata mereka mengikuti langkahnya Rando untuk maju ke depan.
Rando mulai sedikit panik melihat ekspresi teman-temannya yang begitu aneh
menatap Rando. Tapi dengan tegapnya Rando maju memenuhi permintaan dari Bu
Narni. Dia maju ke depan kelas serta membacakan hasil dari tugasnya. Sesekali
Rando menggunakan spidol layaknya seorang guru untuk menjelaskan mengenai rumus
kimia yang begitu rumit. Bu Narni hanya mengangguk-angguk saja mendengar
penjelasan Rando, dia menatap seisi kelas sesekali dia menegur siswa yang ribut
agar memperhatikan Rando. Matanya seolah ada banyak karena Bu Narni sangat
sigap dan tahu apabila ada satu siswa saja yang tidak memperhatikan padahal
terlihat matanya menatap penjelasan Rando. Sungguh mata yang sangat peka yang
tersimpan di belakang kacamata bulat ala 80an mungkin. Rando terlihat sangat
semangat menjelaskan tentang tugas Kimia reaksi atom, dia pun tidak hanya
menjelaskan tentang reaksi atom saja tetapi menjelaskan bagaimana kaitannya
untuk materi yang lainnya. Tak terasa telah 30 menit Rando menjelaskan, ada
yang tertidur pula di sudut belakang sebelah baris Rando. Namun Bu Narni tetap
memperhatikan Rando, dia serasa takjub ada siswa yang begitu histeris untuk
belajar Kimia.
“Oke cukup.”, suara Bu Narni memecah
keheningan
“Baiklah bu, saya akhiri terima kasih.”,
ucap Rando sekaligus menutup persentasinya
Rando pun kembali ke tempat duduknya, dia
duduk dengan wajah yang sangat bahagia sekali. Dia telah puas, pengorbanannya
semalam sudah terbayarkan semuanya.
“Kamu saya kasih 90 langsung, saya takjub
ada murid seperti kamu di kelas ini.”, puji Bu Narni
Rando hanya mengangguk-angguk saja tapi
terlihat jelas wajah senangnya yang tak bisa ia tutupi. Kelas pun telah
selesai, para siswa bersiap moving class ke kelas berikutnya.
“Ciee Rando hebat banget hari ini.”, puji
teman wanita di kelasnya
“Haha gak kok cuma kebetulan aja tadi.”,
ucap Rando malu
Langkahnya
terdengar kencang seakan rasa penasaran terus menghantui Rando. Baru kali ini
dia merasa penasaran dengan seseorang karena selama ini hanya Naya lah yang
bisa membuat rando merasakan hal tersebut. Namun sekarang ada seseorang yang
mampu membuat rasa itu kembali hadir di tengah-tengah permasalahan yang terjadi
di antara mereka berdua. Suasana seperti biasa di sekolah ramai ketika waktunya
istirahat. Kantin masih dipenuhi oleh anak-anak kelas 10 yang berada di asrama
karena mereka jarang memakan masakan yang enak. Rando pun pernah mengalami hal
yang serupa sehingga cerita itu akan terus diingatnya. Guru-guru sibuk merumpi
ria, diduga pasti mereka bercerita tentang siswa-siswa bandel yang ada di
sekolah, mungkin juga tentang kehebohan baru-baru ini mengenai pemilihan
Presiden yang akan dilaksanakan sebentar lagi. Perbincangan yang sangat
familiar, bisa di tebak oleh murid-murid biasa. Sepertinya hari ini tak ada
yang mendapatkan hukuman, terlihat Pak Supri sedang menganggur melihat
bunga-bunga yang baru ditanam tepat di taman depan ruang guru baru bermekaran.
Sangat jarang sekali Pak Supri bisa bersantai seperti saat ini. Rando duduk di
taman sebalah aula kemudian merenung mengingat samar-samar wajah perempuan
jutek tadi. Matanya tertutup rapat seakan khayalan itu semakin dalam terlihat
nyata. Sesekali dia tersenyum sendiri sambil melihat-lihat seisi sekolah dan
tersirat di wajahnya bahwa dia sedang mencari cewek itu. Kemudian dia tersentak
bangun, bibirnya terlihat kaget dan tersenyum lebar licik. Dia sepertinya
menyadari bahwa ada hal yang dilupakannya, dengan segera dia berlari menuju
ruangan kelas.
***
Duh dimana ya si Bagda, giliran dibutuhin
pasti dia selalu menghilang entah kemana. Aku pun lupa dia ada di kelas mana
karena terkadang jadwal kelasnya berbeda dengan jadwal kelas lainnya. Dia
memang agak sedikit pintar karena kelasnya termasuk kelas percepatan. Kulihat
cowok berkulit putih, kurus dan tinggi berjalan menuju ruang 15, berjalan
bersama 2 orang cewek yang sepertinya adik kelas. Tak asing lagi itulah Bagda.
Lalu aku bergegas menghemat waktu istirahat yang semakin berjalan maju.
Berulang kali aku panggil tapi tetap saja Bagda tak mendengar, memang tuh anak
telinganya agak kurang. Dari belakang aku rangkul bahunya berusaha untuk
mengagetkannya. Dia sangat tersentak melihatku merangkulnya dari belakang,
mungkin dia kira aku cewek yang tiba-tiba marah akibat perbuatan dia di
sekolah.
“Eh kemana aja aku cariin dari tadi.”,
ucapku pada Bagda sambil kurangkul bahunya
“Ternyata si Raja Telat dateng, suatu
kehormatan.”, jawab Bagda sambil bertekuk lutut layaknya bertemu seorang Raja
“Si kampret masih aja ya, udah berdiri..
anak-anak pada ngeliatin tuh kampret.”, ucapku dengan malu
“Yoi bos kita duduk dulu lah ya.”, ucap
Bagda
Kami masuk ke ruangan Bagda yang berada di
lantai 2 gedung B. Kelas ini memang khusus untuk anak yang masuk kelas
percepatan sehingga aku sangat asing dengan kenyamanan yang ada di kelas ini.
Bangku-bangku tertata rapi dan memliki sekat yang terbuat dari plastik bening,
AC pun sangatlah dingin, proyektor terlihat baru dan lantainya pun menggunakan
karpet berwarna biru. Super nyaman sekali tinggal di kelas seperti ini, hal
wajar anak-anak percepatan jarang keluar kelas karena memang kelas yang mereka
dapatkan sangatlah bagus sekali. Suasana kelas sangatlah hening walaupun di
penuhi oleh para siswa. Mereka sibuk membaca buku pelajaran seolah
mempresiapkan persenjataan untuk menjawab soal-soal yang akan dilontarkan oleh
guru mereka. Padahal kupikir-pikir belum tentu juga guru akan bertanya, sia-sia
aja mereka belajar apabila tak ditanyakan. Kami berdua masuk ke dalam kelas
duduk di bangku paling depan, bangku kelas ini memang seperti bangku kuliah
yang sekaligus meja. Ku balikkan bangku ku mengarah ke arah Bagdi yang
menghadap papan tulis. Ku lirik kiri dan kanan karena berbahaya sekali apabila
informasi ini dapat ketahuan oleh orang-orang lain. Lalu aku mendekatkan diri
ke arah Bagda dan berbisik kecil.
“Da, kamu tau gak cewek pake kacamata
putih, kulitnya putih, suka bandoan trus jutek gitu ?”, bisikku bertanya
“Hmm sebentar ya aku buka kitabku terlebih
dahulu.”, Bagda membuka smartphone nya, mencari aplikasi yang dia buat sendiri
mengenai data cewek-cewek yang ada di sekolah. Wajahnya terlihat serius sekali,
memang Bagda akan serius apabila membicarakan tentang cewek. Dia sangat
terobsesi dengan penemu majalah Playboy.
“Hmm ketemu do, mungkin ini ?”,
ditunjukkannya sebuah foto persis seperti yang kulihat tadi pagi. Hidungnya
serta bibir tipisnya tak akan pernah Rando lupakan karena bibir itulah yang
selalu membuat Rando agak terlihat kesal.
“Nah ini dia pas sekali. Siapa tuh namanya
da ?”, ucapku penasaran
“Ini namanya Zahria Putri Yunda anak XI
IPS 3.”, jawab Rando sambil menatapi fotonya
“Oke, makasih ya sayang.”, aku merasa
sedikit lega dan kucium jidatnya Bagda lalu pergi saja
“Si anjing, dasar homo.”, jawab Bagda
membalas ciuman Rando di keningnya
Suara Bagda mengumpat mulai tak terdengar
lagi karena aku berlarian menuruni tangga untuk menuju Gedung A ke tempat
anak-anak IPS belajar. Gedung A berada agak jauh dari Gedung B karena memang
apabila di satukan akan menimbulkan perpecahan anatar anak IPA dan IPS. Aku
lari seolah takut kehabisan waktu, lalu aku dengan terengah-engah mencari
ruangan Zahria. Kulihat satu persatu kelas tak ada sampai aku ke lantai 2,
kulihat sesosok hawa dengan kulit putih serta hidung yang mancung, bibir
tipisnya, dan kacamata putih yang selalu di pakainya. Ya ketemu deh Zahria. Aku
pun merasa puas serta senang entah rasnaya rasa penasaranku telah terbayarkan dengan
mengetahui identitasnya. Ku pandangi dia dari kejauhan, dia sangat asik membaca
buku kayaknya seprti novel sambil menikmati bekal yang terlihat seprti buatan
ibunya. Dia terlihat fokus dan teman-teman yang lain sepertinya tak ada yang
mau menemaninya. Aku pun heran mengapa dia sendiri duduk di barisan belakang
tepat di pojok kiri. Serta teman-teman yang sendang merumpi di depan, mata tak
bisa dibohongi mereka sesekali menoleh ke arah Zahria dan mengeluarkan cibiran
kecil yang hanya mereka yang tahu. Entah apa alasan teman sekelasnya mencibir
dia tapi memang sih kalau soal jutek wajar anak-anak kesal, aku pun sama sih
seperti tadi pagi tapi itulah yang membuat menarik dari Zahria menurutku. Wajah
Zahria hanya tenang-tenang saja sambil membaca novel, mungkin terlihat kesal
juga sih melihat kita tak ditemani anak-anak karena mungkin mereka tidak suka
dengan sikap kita tapi harusnya kita bisa menghargai perbedaan tersebut.
Sesekali Zahria menoleh ke arah teman-temannya yang ada di depan seolah
penasaran dan ingin bergabung bersama teman-temannya untuk mengobrol,
sepertinya tak bisa wajah murung sering di tunjukkannya di bawah buku novelnya
hanya dari samping seperti aku yang bisa melihat jelas. Dia mengambil headset
lalu mendengarkan musik sepertinya keputusan itu dia buat untuk menghibur
hatinya. Sebenarnya aku ke sini hanya ingin penasaran saja melihat dia, tapi
sepertinya hatiku mulai tertegun melihat dia seperti ini. Ku putuskan menjahili
Zahria siapa tau bisa menghibur hatinya. Aku pun melangkah pelan-pelan, mataku
sesekali menoleh ke arah dia agar tak ketahuan. Aku pun memasuki kelas,
teman-teman Zahria di depan seolah kaget melihatku masuk karena aku yakin
mereka tahu aku dan merasa heran. Aku berjalan ke tempat duduknya, dan
“WOYY.... “, aku mengagetkan Zahria.
Wajahnya tak terkejut sih, si kampret emang ya buat orang kesal. Baru ku lihat
ternyata dia pakai headset. Aku copot headsetnya dan berbisik,
“Asik ya baca novelnya.”, aku berbisik ke
telinganya
“Astaga, kamu lagi ternyata.”, dia agak
sedikit kaget
Aku langsung mengambil posisi di depan
tempat duduknya. Meratapi matanya. Walaupun Zahria terlihat biasa tapi mata tak
bisa dibohongi, dia merasa sedikit canggung mungkin baru pertama ada yang
mengajak ngobrolnya.
“Ngapain kamu ke sini Ran...?”, ucap Zahria
sambil melepas headsetnya
“Ya gapapa toh ini bukan sekolahmu kan ?”,
jawabku jutek
“Tapi kamu merusak pemandangan di
depanku.”, ucap Zahria
“Terserah aku ya, eh BTW kamu tau namaku
?”, sambil tumpukan tanganku di bawah dagu
“Ehh tuh di dadamu terlihat jelas kok
nametagnya.”, jawab Zahria sambil membenarkan rambutnya
“Ohh iya deng hhe. Yaudah aku ke sini
pengen kenalan aja sih. Salam kenal ya, namaku Rando.”, sambil tersenyum dan
mengulurkan tanganku. Ku lihat di sekitar kelas banyak yang heran sepertinya
“Mau banget kenalan sama aku ? Ntar nyesel
loh kamu.”, jawab Zahria seolah membuatku tambah penasaran
Tanpa banyak basa basi langsung ku ambil
tangannya, “Salam kenal ya Zahria semoga kita bisa menjadi teman. Aku duluan
ya.”
“Eh kokk..”, Zahria bingung
Aku langsung pergi meninggalkan dia sambil
melambaikan tanganku, terlihat wajah Zahria tersenyum kecil mungkin dia malu
atau baru pertama kali ini ada yang mengajak dia kenalaan seperti ini.
Teman-teman Zahria mencibir kecil di depan, menambah bahan gosipan mereka.
Aku pun senang sekali bisa membuat Zahria
seperti itu, ya itung-itung pembalasan dendamku sih karena tadi aku juga kan
ngomong agak sedikit menggantung di depan dia. Balik ke kelas ah ucapku karena
memang bentar lagi kan mau masuk.
****
Terlihat
dari kejauhan Kak Ewo dan 2 temannya mengahmpiri Rando di depan kelasnya
Zahria. Kak Ewo datang dengan wajah kesal seperti ada sesuatu hal yang ingin
disampaikannya tetapi dengan cara yang tak biasa. Rando keluar kelas Zahria
dengan biasa saja karena dia baru berkenalan dengan orang yang sangat buat dia
penasaran selain Naya. Tiba-tiba 3 orang mendekat dan salah satunya adalah Kak
Ewo. Rando menoleh ke arah mereka bertiga terutama tatapannya berfokus pada Kak
Ewo. Kak Ewo pun menarik baju Rando, dia terlihat sangat kesal sekali. Lalu
Rando dengan refleksnya mendorong Kak Ewo ke belakang cukup membuat Kak Ewo
hampir terjatuh. Kedua temannya berusaha memegang Rando namun Rando tetap sigap
sesuai dengan bela diri yang dia pelajari ketika SMP, Rando menarik tangan
temannya dan mendorong kedua teman Kak Ewo menabrak kotak sampah walaupun badan
Rando tak terlalu besar dan tinggi dibanding Kak Ewo namun dia memiliki tenaga
yang lumayan besar.
“Ada apa Kak sebenarnya ini ?”, Rando
bertanya dengan halus kepada Kak Ewo. Kak Ewo pun membenarkan bajunya dan
seolah ingin memukul Rando lagi namun diurungkannya ketika melihat Raka datang
dari belakang Rando. Dia hanya berdiri namun membuat Kak Ewo seperti ketakutan
bersama kedua temannya yang lain. Teman-teman satu sekolah berkumpul seperti
melihat pertunjukkan yang jarang terjadi di sekolah ini.
“Ada apa Do ?”, ucap Raka sambil
menggulung lengannya di dada
“Entahlah ka aku juga gak paham soalnya,
tiba-tiba dia ini dateng.”, ucap Rando sambil terengah-engah
“Eh do kamu jangan deketin Naya lagi.
Sadar diri dong, dia tuh gak bakal suka sama kamu.”, ucap Kak Ewo marah sambil
menunjuk ke arah Rando
“Jadi ini kak masalahnya, kan bisa
diselesaikan baik-baik harusnya. Kak aku dan Naya tuh gak ada apa-apa hanya
temenan doang. Apa sih yang kakak takutin ? Kalau fisik lihat, lebih bagus
kakak di bandingin aku, kepintaran pun sama. Jadi kenapa takut banget ?”, Rando
mengeluarkan isi hatinya
Kak Ewo hanya terdiam mendengar perkataan
Rando. Di antara teman-teman yang berkumpul terlihat Zahria melihat dari dalam
kelas kondisi Rando yang bisa terlihat emosi namun ditutupinya. Zahria pun
merasa tak menyangka, selama ini dia mengira Rando adalah anak yang populer di
sekolah, sedikit jahil, dan tak pernah sedikitpun dalam kamu Zahria tipe cowok
seperti Rando mengerti akan masalah percintaan. Tapi ini di luar ekspetasi
Zahria, orang populer pun seperti Rando mau berkenalan dengan Zahria ini juga
yang menyebabkan Zahria mulai timbul kegelisahan dan rasa penasarannya kepada
Rando. Ingin mengetahui lebih jauh lagi mengenai Rando.
Suasana
hening sesaat, Raka mengusir teman-teman yang ada di sekitar Rando dan Kak Ewo.
Mereka kecewa karena diusir seperti itu tetapi mau gimana lagi tak ada yang
berani dengan Raka di sekolah ini. Suasana seketika hening sesaat. Udara di
sekitar memang terasa sedikit panas padahal masih pagi. Mereka pergi mencari
tempat yang sepi dan jauh dari orang agar tak ada gosip apapun.
“Jadi gimana Kak Ewo ? Aku minta maaf saja
kalau memang aku sudah menganggu Naya. Aku gak akan deketin dia lagi.”, Rando
mengulurkan tangannya ke Kak Ewo
Kak Ewo memikir sejenak mengambil nafas
karena dorongan Rando yang lumayan keras membuat dadanya sedikit sakit.
“Oke aku juga minta maaf terasa seperti
kekanak-kanakan hal seperti ini.”, Kak Ewo menjabat tangan Rando dan memeluknya
“Eh wo, awas kamu gini lagi ke Rando. Kamu
tau kan siapa aku ?”, ucap Raka sambil menunjuk Kak Ewo
“Udah ka santai kok.”, Rando memgang
badannya Raka sambil menenangkannya
“Maaf ka aku gak tau dia temenmu
ternyata.”, wajah Kak Ewo terlihat takut
“Yaudah pergi-pergi.”, ucap Raka kepada
Kak Ewo dan temennya
Kak Ewo pun pergi bersama teman-temannya
untuk masuk kelas. Kedua temannya memegang dada mereka seakan terasa sakit
terkena dorongan Rando.
Raka
dan Rando tertawa setelah Kak Ewo dan temannya pergi. Mereka merasa sekolah ini
milik mereka berdua saja tadi padahal kalau ketahuan guru bisa berbahaya
mereka.
“Eh do kalau ada apa-apa bilang aja ya
lain kali jangan sungkan.”, ucap Raka kepada Rando
“Oke bro tenang makasih banyak ya tadi.
Ternya kamu terkenal juga.”, Rando menyindir Raka
“Iya dong terkenal. Eh bolos aja yok
sekali kali ke ruang band.”, ajak Raka
“Hmm bolehlah. Aku juga mau cerita nih.”,
ucap Rando
Mereka berdua berjalan ke ruang band
sambil mengendap-endap karena apabila ketahuan bisa gawat juga. Dalam
perjalanan mereka bercerita banyak sekali, seolah mereka seperti sedang curhat
satu sama lain. Mereka terlihat riang sekali satu sama lain. Begitulah
kehidupan di dunia musik semakin dekat maka mereka semakin bisa mengatur ritme
permainan band mereka. Memang teman-teman Rando di satu band sangatlah akrab
sekali, karena mereka sering latihan bareng juga dan memenangkan beberapa
kompetisi bersama mulai dari kelas 10 smester 2 dan kenangan itu gak akan
mereka lupakan.
****
“Ha ? Seriusan ?”, ucap ku dengan kencang
di dalam kelas membuat semua isi kelas menoleh ke arahku setelah mendengar
cerita Gina
“Naya jangan ribut di kelas.”, ucap Pak
Guru yang sedang menjelaskan materi Bahasa Indonesia
“Masa sih Kak Ewo gituin Rando ?”, ucap
ku berbisik
“Iya Nay rame kok tadi. Waktu Kak Ewo mau
mukul Rando di dorongnya Kak Ewo sam 2 temennya oleh Rando. Eh malah mereka
yang jatoh. Hebat juga ya si Rando.”, sambil tertawa kecil Gina
“Ya iyalah Rando tuh kan ada bela diri
dari SMP. Kak Ewo mah apa.”, ucapku
“Ciee kok kamu belain Rando sih jadinya,
pacarmu tuh Kak Ewo.”, ledek Gina
Aku cuma diam saja memikirkan kondisi
mereka berdua. Tak habis pikir aja sih kok bisa Kak Ewo kayak gitu dengan Rando
padahal aku sudah bela-belain menjauh dari Rando demi menjaga perasaannya. Gak
habis pikir banget aku kok kayak anak kecil. Pasti Rando nambah benci banget
sama aku, itulah yang terlintas di benakku sekarang. Ku lihat di luar jendela
suasana sedang sepi sekali, angin pun tak ada daun daun pun tak ada yang
bergerak sedikitpun dari rantingnya. Terik matahari menyambar dengan sangat
panas. Hari ini aku pun merasa gerah untuk sekolah, kipas angin pun sampai tak
kuat sehingga ada salah satu dari mereka di kelas ini yang mati, mungkin
sangking panasnya terik hari ini. Kakiku ku gerakkan terus menerus menahan
kesabaran untuk terus bertanya tentang kejadian yang terjadi. Pak Guru pun tak
berhenti mengoceh di depan berbicara tentang sastra, ya dia hanya berceloteh
pelajaran yang sering ku baca setiap hari. Ku lihat Gina memperhatikan guru
dengan sangat seksama ya mungkin dia tidak ingin posisinya sebagai juara kelas
direbut oleh orang yang lebih berusaha dibandingkan dia.
“Tettttt”,
bunyi panjang inilah yang kutunggu-tunggu sejak 1 jam yang lalu. Segera ku
bergegas membereskan semua peralatan yang ada di meja, anak-anak yang lain
masih mengobrol tapi aku sudah lelah menahan kesabaran untuk bertemu Kak Ewo.
Ku lihat Gina hanya melongo melihat muka ku yang menahan rasa amarah serta rasa
penasaran, mukaku memang terlihat datar dan satu senyum pun tak ku lontarkan.
Ku gendong tasku bergegas menemui Kak Ewo, aku memang biasa pulang dengan Kak
Ewo sejak Pak Min tak lagi menjemputku. Pandangan ini hanya tertuju pada satu
tempat yaitu parkiran mobil yang terletak di sebelah ruangan guru, Kak Ewo pun
belum muncul juga di sana. Mataku tiba-tiba teralihkan oleh seseorang yang baru
saja keluar dari ruangan favoritnya. Telah lama aku memang tak menghubungi dia,
sejak Kak Ewo melarangku dan kami terus bertengkar lalu kuputuskan tak
menghubunginya lagi. Sifatnya masih sama seperti 3 bulan lalu, wajar sih baru 3
bulan kami tak berhubungan namun entah mengapa serasa seperti beberapa tahun. Karena
dialah orang yang selama ini bisa mengerti aku, mengerti tentang kehidupanku,
kesukaanku, bahkan kesedihkanku. Kini terasa kosong saat ingin berkeluh kesah,
memang Kak Ewo orang yang perhatian namun aku masih berani bertaruh kepada
orang-orang yang mengatakan Rando lebih rendah rasa perhatiannya dibandingkan
Kak Ewo. Terkadang aku bingung dengan orang yang tak mengenal Rando, dia hanya
dipandang sebelah mata mengenai sifatnya yang usil dan mesum, tapi di balik
dirinya itu ada sesosok lelaki lembut yang hanya bisa keluar apabila kuncinya
dibuka dengan perlahan. Walaupun memang Rando terkenal karena kemampuan
musiknya sangat baik di sekolah ini. Rando berjalan dengan Raka sambil
tersenyum serta bercanda. Aku hanya bisa berpura-pura tak melihat dia, walaupun
mata ini tak bisa menahan terlalu lama. Wajah anehnya memang bisa membuatku
rindu akan lawakannya yang memang tak lucu sebenarnya. Rasanya ingin kupanggil
dia tapi tak bisa. Mobil sedan putih Kak Ewo telah parkir di tempat biasa,
segera aku berlari untuk menanyakan kepadanya. Jujur hati ini sangat kesal
mendengar cerita Gina, aku sungguh tak bisa bersabar lagi dengan sifatnya yang
terlalu protective kepadaku seakan
aku ini tahanan dia kali. Tak sengaja karena aku buru-buru lewat depan Rando,
kulihat sesaat wajah Rando yang memang terlihat kesal saat melihatku tapi kini
tak kupedulikan dan aku sekarang akan mencari tahu penyebabnya. Semakin dekat
aku dengan mobilnya Kak Ewo, ku buka pintu mobilnya dan aku tutup dengan
kencang.
“Santai dong Nay tutupnya, buru-buru ya
kamu ?”, tanya Kak Ewo dengan nada lembut
“Kak kenapa sih kamu ? Jujur aku bingung
sekali dengan kamu sekarang.”, ucapku dengan nada yang sedikit kencang
“Kamunya yang kenapa, tiba-tiba dateng
langsung marah-marah.”, Kak Ewo berusaha memegang tanganku
“Udah gak usah megang (ku tarik tanganku),
kakak kenapa sih tadi nyamperin Rando kayak anak kecil aja. Aku kan udah bilang
ke kakak gak bakal berhubungan dengan dia lagi. Tapi kenapa sih masih aja kakak
kayak gitu ke Rando. Rando tuh apa sih kak dibanding kakak. Fisik dan mungkin
sifat orang semua tahu kok lebih baik kakak dibanding dia, tapi kok aneh banget
kakak malah takut dengan dia. Aku gak nyangka banget punya pacar yang kayak
gini.”, aku semakin kesal untuk menceramahi Kak Ewo entah apa lagi yang harus
kukatakan
“Yaudah aku juga udah minta maaf dengan
dia kok. Udahlah Nay jangan dibahas lagi.”, ucap Kak Ewo seolah malu dengan
dirinya sendiri
“Males aku kak, mending aku naik taksi aja
puolang. Satu hal lagi, kalo mau ngalahin Rando dalam bela diri, kamu gak akan
pernah bisa.”, ucapku terakhir sambil keluar dari mobil dengan wajah kesal aku
berlari ke luar sekolah untuk menunggu taksi.
Dalam
perjalanan ke depan sekolah aku selalu terfikir dengan kondisi Rando. Dia pasti
sakit hati banget dengan kejadian yang kekanak-kananakan tadi. Begitulah Kak
Ewo suka mengambil keputusan sendiri dan tak pernah berfikir panjang. Beda
banget dengan Rando yang mempertimbangkan dengan sangat detail tapi entah
mengapa aku jatuh cinta dengan Kak Ewo. Walalupun Rando memang baik tapi
seperti ada satu hal yang kurang dari dia entah aku pun masih tak tahu apa.
Itulah yang membuatku sampai sekarang tak ingin lebih dari Rando walaupun aku
sudah tahu bahwa dia memiliki rasa kepadaku. Terik matahari semakin panas saja
mungkin malam nanti mau hujan. Langkahku semakin pelan untuk berjalan ke depan
pintu gerbang, entah perasaanku saja atau memang yang terlihat seperti itu
banyak sekali orang-orang yang melihat ke arahku. Terutama cewek yang berkaca
mata putih ini, dia aneh banget sih melihatku dari depan pos satpam sekolah. Jelas
bunyi motor itu seperti ku kenal, bunyi motor lama dan aku pernah menaikinya
sangat sering dahulu. Rando, dia lewat begitu aja di depanku dan berhenti di
depan cewek berkaca mata itu. Terlihat senyum Rando sangatlah tulus
disampaikannya kepada cewek itu. Mereka terlihat sedikit berbincang-bincang
entah apa aku tak bisa mendengarnya dengan jelas. Rasa penasaranlku mulai
muncul perlahan, secepat ini Rando melupakanku seperti itu saja. Tanpa ada rasa
peduli sedikitpun, tak lagi dia menegurku, senyum pun juga gak. Rasanya hati
ini bercampur aduk seolah ada perang antara hati dan logika. Melihat itu tak
terbesit lagi pikiran positifku karena dahulu memang Rando juga sama seperti
itu kepadaku. Aku mulai menarik nafas sejenak, mungkin inilah hukuman buatku
yang secepat itu juga untuk menyia-nyiakan pengorbanan Rando.
0 komentar:
Post a Comment